Tuesday, February 18, 2014

DI SEBUAH PESTA

Diawali dengan basmallah dan lantunan kalam ilahi, membuat suasana menjelang ijab kabul begitu khidmat.

"Saya nikahkan . . ."

"Saya terima nikahnya . . ."

Dua kalimat sakral yang bisa mengubah hukum haram menjadi halal, yang di larang menjadi boleh, berlaku untuk orang-orang yang punya iman.

Bagi yang tipis iman, ijab kabul hanya sekedar legalitas negara dan status sosial di masyarakat.

Seluruh yang hadir berusaha menjaga suasana teduh dan bersabar mengikuti prosesi yang berlangsung sekitar satu jam, disusul acara sungkeman. Sebagian ibu-ibu terharu, memerah ujung hidung, mata berkaca-kaca. 

***
Pengantin ditempatkan di pelaminan, didampingi kedua orang tua dari kedua belah pihak.

Bagai raja dan ratu duduk di singgasana, dengan pakaian gemerlap dan make up yang menutup wajah aslinya, uuuuuh, betapa tersiksanya, seharian dipajang dengan duduk sopan dan senyum mengembang, walau  hati dan badan cape terkuras tenaga dan pikiran sebulan untuk mempersiapkan. Aaaah, mugkin semua lelah itu terlupa karena bahagia. 

Seharian, pengantin biasa berganti pakaian tiga kali, saat nikah, siang, sore. Sebenarnya, saat ganti pakain bisa melaksanakan sholat, tapi dengan make up yang mengukirnya butuh waktu lama, mungkinkah?

Saatnya silaturahim, baik antar dua keluarga pengantin atau keluarga besar yang berkumpul menghadiri undangan tuan rumah. Bertabur hidangan perut yang semakin ke belakang semakin variatif untuk memanjakan lidah, diiringi aktifitas panggung dengan berbagai versinya, pop, rock, campur sari, dangdut, juga lagu-lagu daerah. Yang unjuk kebolehan olah suara bukan hanya penyanyi dari grup musik, tapi para hadirin yang punya nyali panggung, bebas berekspresi.

Panggung tidak hanya diramaikan kalangan muda, yang manulapun tak mau ketinggalan, bahkan terasa lebih berbobot, menggambarkan bagaimana kiprahnya di masa muda.

Bukan itu saja, kedua mempelai didaulat ke atas panggung, jika tidak menyanyi, mereka wajib bergoyang badan mengiringi sipenyanyi, tentunya dengan pakaian yang bikin ribed.

Ha ha, di depan panggung, seorang ibu setengah baya, usia menjelang pensiun, dengan percaya dirinya berdiri dan bergoyang di depan panggung. O o, seorang manula pria tak mau ketinggalan, menemani si ibu menggerak-gerakkan badannya.

Jangan ditanya gerakan apa yang mereka bawakan, dansa, ajojing, joged, jaipongan, atau apapun, yang penting kedua tangan diangkat, digerak-gerakkan seperti penari, badan dan pinggul digoyang plus kaki diangkat bergerak menyerasikan dengan musik yang bertalu.

Aku senyum-senyum sendiri, membayangkan jika diri ini yang berada di posisi ibu tersebut, bagaimana perasaanku?

Bangga? Mungkin, karena tidak semua yang seusia berani melakukan tindakan itu, ha ha.

Malu? Rasanya tidak, karena rasa malu mencegah manusia melakukan sesuatu, kecuali dipaksa.

Refresh? Ha ha, bisa jadi ya! Menghilangkan stress dengan cara bersenang-senang, walaupun semu, bisa melupakan masalah yang menggelayuti, walau sementara.

***

Sebuah pesta, yang dimaksudkan sebagai walimatul 'Ursy, sarana sosialisasi anggota keluarga baru, yang merupakan rangkaian dari akad nikah sebagai ibadah, kadang jauh keluar dari tujuan awal.  

Ketika seorang laki-laki dan seorang perempuan berniat bersatu membentuk keluarga, yang harus dilakukan adalah menikah agar hubungan keduanya yang semula haram menjadi halal.

Walimatul "Ursy merupakan acara yang dibolehkan untuk tujuan sosial kemasyarakatan, sehingga ada keselarasan antara taat kepada Allah dengan melaksanakan akad nikah dan menjaga hubungan sosial antar sesama manusia.

Sayang disayang, kedua acara yang bertujuan baik ini sering terkotori dengan hal-hal yang bertentangan dengan ketaatan kepada aturan Allah.

Seharusnya, pernikahan dimudahkan, karena dapat mencegah berbagai kemaksiatan, contoh, ketika sepasang sejoli ingin segera menikah, harus lebih menahan diri karena untuk menikah, dibutuhkan persiapan materi yang tidak sedikit.

Pada dasarnya, materi yang dibutuhkan hanyalah mahar dan biaya administrasi di KUA, tapi pada kenyataannya?

Berapa persiapan dana untuk menyiapkan cindera mata saat lamaran/ khitbah?
Berapa untuk pakaian pengantin? Seragam keluarga? Dekorasi? Hiburan? Hidangan?
Belum lagi untuk hantaran untuk orang dekat, sebagai bahasa undangan?

Bila dana puluhan juta untuk keperluan walimah diniatkan sebagai sedekah, bukankah lebih prioritas jika disalurkan untuk korban bencana yang sangat memprihatinkan kondisinya?

Ataukah sebagai pancingan untuk mengeluarkan tabungan yang pernah dititipkan ketika menghadiri undangan  teman-teman yang telah mengadakan hajatan duluan? Nggak nuduh sih, tapi logiskan? Kalau kita bicara syariat, apa hukumnya?

Ataukah sebagai modal usaha instan? berapa modal dan berapa isi amplop yang masuk? Wah, bisnis donk?

Pernah terlibat bisik-bisik ibu-ibu yang akan pergi ke undangan?

"Ngamplop berapa Bu?"

"Eh, umumnya di sini berapa sih?"

"Ya itung-itung makan di warung padang berdua."

Lho?

Bisakah kita mengadakan walimah dengan biaya besar, benar-benar dengan niatan menghormati tamu undangan, memuliakannya, tanpa setitikpun harapan mengharapkan imbalan dari isi amplop? Tanpa terkotori niatan ingin mendapat apresiasi "Wah" dari orang lain? Menjaga prestise?

Semakin nyata jurang perbedaan si kaya dan si miskin.

Belum lagi energi terkuras untuk menyelenggarakannya, dari perencanaan, menghubungi banyak orang yang dilibatkan sebagai panitia, merepotkan banyak orang, komentar ketidak puasan dari berbagai pihak, yang tentu saja mempengaruhi perasaan, dsb.

Untuk apa semua itu?

Mencari Ridho Allah?

Menggapai bahagia?

Atau sekedar melakukan sesuatu yang dilakukan masyarakat pada umumnya?

Ingin rasanya hidup tanpa topeng! Tanpa takut komentar orang! Apa adanya! Melaksanakan semua aktifitas kehidupan dengan niat ibadah! Dengan tata cara sesuai tuntunan agama!

Betapa damai hati, tenang fikiran.


2 comments:

  1. "Panggung tidak hanya diramaikan kalangan muda, yang manulapun tak mau ketinggalan, bahkan terasa lebih berbobot, menggambarkan bagaimana kiprahnya di masa muda."

    Ini sindiran halus Mi, ini ironi, best

    Kunjungi juga postingan terbaru saya Mi, di www.kangdana.com

    ReplyDelete
  2. trims, semoga yang merasa tersindir nggak tersinggung, tapi memikirkan ini sebagai sentuhan lembut seorang sahabat, mengingatkan bahwa apa yang kita lakukan akan menjadi teladan bagi anak cucu.

    ok, segera meluncur

    ReplyDelete