Tuesday, September 17, 2013

DALAM PROSES 2

Kami menyadari sepenuhnya, untuk menjadi orang tua bukanlah sesuatu yang mudah dan tanpa persiapan.
Jika untuk menjadi dokter ada fakultas kedokteran, untuk menjadi guru ada fakultas keguruan, untuk menjadi pengacara ada fakultas hukum, tapi untuk menjadi seorang ibu tidak ada fakultas ibu, atau untuk menjadi seorang ayah tidak ada akademi ayah.

Kami sepakat, untuk menjadi orang tua yang berhasil, harus ada kesiapan mental membuka diri, belajar dari orang lain, banyak membaca, banyak mengamati dan harus mengalami langsung, berinteraksi langsung dari sejak dalam kandungan sampai semua proses yang harus dilalui seorang anak hingga menjadi manusia dewasa.

Satu hal yang tidak boleh tidak, orang tua harus punya visi dan misi yang jelas, kemana anak anak akan diarahkan.
Hal lain adalah, anak juga manusia, yang berjiwa, yang punya kehendak, yang punya selera, yang punya mimpinya sendiri. Disini dibutuhkan suatu harmonisasi antara visi misi orang tua dengan keunikan masing masing anak sebagai makluq Allah yang pastinya tidak sama.

Dalam mendidik, orang tua juga harus mempunyai profil yang jelas sebagai tokoh keteladanan, yang darinya akan diambil prinsip prinsip yang akan digunakan dalam proses mendidik anak, contoh, dari profil Ali bin Abi Tholib, seorang sahabat sekaligus menantu Rasulullah saw, kita bisa mendapat prinsip dalam bersikap atau memposisikan anak:
         di usia 7 tahun pertama, anak adalah raja, yang mendapat hak untuk dilayani
         di usia 7 tahun kedua, anak adalah kuda, yang harus ada tali kekangnya berupa peraturan peraturan yang jelas, agar tidak lepas kendali.
         di usia 7 tahun keetiga, anak adalah sahabat yang harus kita cintai, hormati dan sebagai teman diskusi.

Walaupun profilnya sama, tapi dalam aplikasinya belum tentu sama, tergantung juga dengan karakter dan wawasan orang tua.

Jadi, bila dalam proses mewujudkan visi misi tersebut kemudian ternyata ada penilaian bahwa aku belum termasuk orang sabar, karena masih suka bersikap kasar, maka aku rela dengan predikat itu, selama aku yakin sikapku masih berada dalam koridor mendidik. Bagiku, orang tua tidak harus sempurna untuk berhasil mendidik anak, karena dalam proses itu ada kata maaf yang bisa diucapkan, bila dalam proses itu ada hati yang tersakiti, selama semuanya bisa dijelaskan, insyaAllah anak nantinya akan sangat berterima kasih kepada orang tuanya, karena kadang untuk mengerti, manusia perlu merasakan sakit dulu.

Menurutku, seorang anak harus mengalami yang rasanya kecewa, karena tidak ada jaminan di masa dewasanya mereka akan selalu mencapai harapannya.
Menurutku, seorang anak perlu mengalami sedih, marah, dan memahami ekspresi kecewa orang lain, karena kita tak tahu, di luar sana, suasana seperti apa yang akan mereka hadapi.

No comments:

Post a Comment