Sunday, January 12, 2014

DINGIN

Brrrr! Angin menerpa wajah ketika kubuka pintu, o o, ternyata rinai hujan hadir menghiasi sejuknya pagi ini. Tidak terlalu deras, tapi lebih rapat jika disebut gerimis.

Pagi ini mau tidak mau, aku harus mengantar anak anak ke sekolah. Suami sedang keluar daerah, sedangkan ojek, hampir semua mempunyai pelanggan tetap.

Bukan hal yang ringan, membonceng dua orang dengan motor butut, kondisi hujan, tentunya harus menggunakan jas hujan, ribed, pagi hari yang pasti jalanan ramai plus macet ditambah lagi sudah lumayan lama aku tidak bawa motor senditi.

Kukenakan jas hujan yang aromanya agak mengganggu hidung karena agak lembab, maklumlah, sedang musim hujan, jadi sering dipakai, kadang tak sempat dikeringkan sampai tuntas. Kupasang helm sesuai standar, klik! Haaa, kalau sudah begini, perasaan seperti astronot yang siap berangkat ke bulan, he he.

Benar! Baru saja memasuki jalan utama, langsung terjebak dalam kemacetan, kewaspadaan harus ditingkatkan, dampaknya? tegang!

Kuhela nafas, hirup dalam dalam, lepaskan perlahan. Ketegangan akan sangat membahayakan, itu sebabnya harus dihilangkan, setidaknya dikurangi. Perlahan tapi pasti, ketegangan dan kekhawatiran terkurangi, tokh takkan ada yang akan terjadi tanpa izin dari Ilahi? Ketegangan dan kekhawatiran kuganti dengan dzikir sepanjang jalan.

Lampu merah! Aaaah, titik yang tak kusukai dalam kondisi seperti ini. Mata, tangan dan kaki harus kompak berkordinasi, stang, gas, rem,gigi, kaki siap setiap saat untuk jadi standar saat harus berhenti, antri.

Polisi! Sosok yang paling kunanti saat-saat begini, terutama di tikungan saat aku harus berpindah jalur. Tanpa polisi, butuh waktu lebih lama, kalkulatorku sering macet terkontaminasi rasa takut salah perhitungan terhadap kecepatan kendaraan lain. Adanya polisi membuatku tenang, tinggal menanti gerakan tangannya, saat kapan aku bisa menyeberang.

Alhamdulillah, sampai tujuan. Setelah sungkem plus cipika cipiki cidahi, aku segera putar haluan, melaju kencang, pulang. Jalur pulang tak sepadat ketika berangkat, tapi tetap saja tak bisa ngebut seperti biasa, dingin angin yang menerpa, guyuran hujan yang tak juga mereda, membuat tangan terasa kaku bila terlalu ngebut, yach, kurangi sedikit, agar tak membeku ketika sampai di dumah.

Jauh berbeda ketika aku dibonceng. Mata bisa menikmati peristiwa sepanjang jalan, otak bisa merangkai plot untuk menjadi tulisan, kadang kalau perlu bisa teleponan atau smsan, daaan, jika perjalanan itu lumayan memakan waktu, kadang kusempatkan membaca buku saku yang selalu menyertaiku.

Saat-saat seperti inilah yang membuatku lebih bersyukur dengan apa yang menjadi bagianku, menjadi orang rumahan yang tak harus tegang sepanjang hari mengukur jalan. Semus tugas kehidupanku nyaris bisa kulakukan di rumah dan lingkungan yang masih dapat terjangkau oleh langkah kaki., baik sebagai istri, sebagai anak, sebagai anggota masyarakat, pun juga sabagai seorang dai. Hanya satu hal yang sering menjadi masalah, yaitu kejenuhan.

Hal lain, dengan merasakan sendiri, aku bisa merasakan aktivitas suami dan dampaknya, sehingga bisa lebih mengerti dan memahami.

No comments:

Post a Comment