Wednesday, January 15, 2014

BUKAN KEBETULAN

14.45.

"Mi, tolong berikan ke mas Kholid ya, ini pesanan herbal untuk anaknya," suamiku menyerahkan plastik berisi herbal, saat aku bersiap siap mengeluarkan motor, akan menjemput anak anak.

"Mas Kholid nunggu di mana?"

"Di sekolah, menjemput anaknya."

"Oke, Assalamu'alaikum."

 ***

Kupelankan laju motor ketika akan memasuki jalan utama, tak sengaja kulihat ada motor parkir di pinggir jalan, dan. . . mengapa pengendaranya melambaikan tangan? Kuhentikan motor di dekatnya, ooo ternyata mas Kholid.

"Lho, koq di sini mas?"

"Ya mba, habis nganter anak di kompleks atas, ada herbalnya?"

Kuserahkan pesanannya, dia ulurkan uang seratus ribu.

"Berapa mba?"

"Lima puluh ribu," kuterima uang yang diulurkannya. Kuambil dompet dari saku jaket, kubuka. . . taraaa! kosong, he he he kuingat ingat, ooo, ternyata tadi pagi semua uang kupindahkan ke dompet belanja, sedang kalau pergi pakai motor, aku bawa dompet yang berisi SIM  dan STNK.

"Bawa dulu mas, nggak bawa uang."

"Wah, nggak enak dong mba, tapi saya punyanya hanya ini," jawabnya sambil celingukan melihat sekitar, mungkin mencari warung untuk menukarnya.

"Nggak apa apa mas, seperti sama siapa aja." jawabku, mencairkan suasana.

Akhirnya dimasukkan juga uang itu kembali ke dompetnya, aku pamit duluan melanjutkan perjalanan. Jujur, sempat terbersit di hati sedikit rasa khawatir, keluar rumah tanpa membawa uang. Ingat kejadian beberapa waktu lalu, pergi sendiri, ban motor bocor, kemudian di bengkel ketahuan, ternyata ban dalam jebol,harus ganti baru, untung waktu itu ada uang di kantung. Tapi segera kutepis rasa khawatir itu, insyaAllah nggak ada apa apa, misalnyapun ada, semoga dimudahkan mengatasinya, amin.

Kunikmati perjalanan dengan santai, walau kecepatan motor agak tinggi, mumpung sendiri, tanpa tambahan beban boncengan.

Belum lima menit, kudengar suara dari bagian bawah motor, apa ya? standar? kuhentikan motor ditepi, kaki kujulurkan ke bawah motor, di tempat standar. Tidak ada masalah, standar sudah kunaikkan. Ok, kujalankan lagi motor, masuk gigi satu, tapi. . . mesin menderu, tapi motor tidak beranjak maju, ups! ada apa ini?

Aku turun dari sadel, melongok kebagian bawah, tapi  tak kutemukan hal yang aneh, apa karena nggak ngerti motor ya? he he he.

Bagaimana ini? Segera kukeluarkan hp, nelpon Abi, menceritakan yang terjadi.

"Kenapa mbak?" terdengar suara dari belakang.

Kubalikkan badan mencari arah suara, oo ternyata mas Kholid sudah menghentikan motornya, turun dan menghampiri motorku.

"Belum tahu mas, tiba tiba berhenti, dan nggak mau jalan, tapi mesinnya hidup."

"Lha, gimana mau jalan? Rantainya lepas mba."

"He he he, udah tak liat tadi, tapi nggak tau kalo begitu itu lepas," jawabku senyum malu.

Mas Kholid segera memperbaiki rantai, hanya beberapa detik.

"Tapi harus tetap ke bengkel mba, dikencengin, biar nggak lepas lagi," katanya sambil mengulurkan uang lima puluh ribu, rupanya dia tadi menukarkan uang tadi. Alhamdulillah, tadi sempat terfikir masalah uang waktu motor tak mau jalan.

Segera kujalankan motor perlahan, hati hati, jangan sampai rantai lepas lagi. Untunglah bengkel tak terlalu jauh.

Ternyata rantai sudah kendor, harus dipotong, ok, artinya perpanjangan waktu dari perhitungan awal.

Setelah semua beres, kulanjutkan perjalanan.

***

16.00

Alhamdulillah, sampai rumah. Ups! Pasti terlambat lagi nih ngisi pengajian, belum sholat, belum siap siap, untuk antisipasi ku sms salah satu peserta, minta untuk memimpin pembukaan dan tadarus, aku terlambat.



No comments:

Post a Comment