Wednesday, October 23, 2013

MR. TANTRUM



"Ikut Abi yok?"
“Kemana Bi?”
“Beli susu kotak”
Setelah Abi dan sikecil pergi dengan motornya, aku bersegera menangani pasien yang sudah menunggu di ruang praktek. Karena ini kunjungan kedua, tak terlalu lama wawancara dan observasi, sekedar menanyakan perkembangan dua hari belakangan. Tidak sampai sepuluh menit, penusukan sesi pertama sudah selesai, sambil menunggu waktu cabut jarum, aku lanjutkan tulisanku di komputer.
“Assalamu’alaikum”
“Wa’alaikum salam, wow, banyak sekali belanjanya? Apa saja?”
“Susu kotak dua, roti tawar dan lolipop My,”
“Subhanallah, mau buka sendiri apa Ummi bantu?”
“Umy yang buka.” Katanya, sambil memberikan susu kotak kepadaku.
“My, mau nonton traktor.” Pintanya, biasanya, kalau ada pasien dan aku hanya berdua dengannya di rumah, memang aku izinkan dia nonton traktor di internet atau belajar membaca.
“Boleh, nontonnya di leptop, di kamar tengah.”
“Di sini aja sih My?” rajuknya
“Modem dikomputer habis pulsa, belum di isi, pakai yang di leptop saja ya?”
Sambil membawa susunya, si kecil ngeloyor pergi ke kamar tengah. Kulanjutkan mencabut jarum akupunktur sesi pertama dan dilanjutkan menusukkan jarum sesi kedua dengan posisi yang berbeda.
Kulanjutkan menulis sambil menunggu waktu melepas jarum. Menjelang waktu yang kutunggu, mendekatlah si kecil dengan mengulum lolipop di mulutnya.
“My yok bobok.”
“Sebentar ya, Umy mau cabut jarum dulu.’
“Umy, bobok sekarang!” o owh, dari tadi sudah berusaha dihindari, sampai sejauh ini sukses, akankah di titik akhir perjuangan gatot? Gagal total? Benar, akhirnya dia datang, Mr. Tantrum datang. Sebenarnya aku hanya bututh waktu dua menit untuk menuruti kemauannya, tapi baginya dua menit bukan waktu yang sebentar, dan memang seusianya belum tahu satu menit, dua menit, atau berapa menit, yang dia tahu sekarang, titik.
Karena menjaga kenyamanan pasien, Abi menggendongnya ke luar ruang praktek, waw, suaranya... meraung, menderu, menjerit, seolah diperlakukan seperti apa, padahal hanya diangkat dan dipindahkan. Tanpa fikir panjang, karena sudah saatnya juga jarum dicabut, aku segera bertindak. Tidak sampai dua menit, beres, aku berpamitan pada pasien, seraya minta maaf. Biarlah sesi selanjutnya diltangani Abi, toh sesi terapi sudah selesai.
Kuhampiri sikecil, kugendong setengah memaksa karena badannya diliuk liukkan memberontak, kupindahkan ke kamar tengah yang lebih nyaman dan lapang.
Temper Tantrum, istilah psikologi yang menggambarkan tentang kondisi emosi  seseorang ( biasanya usia balita) yang diekspresikan dengan sikap marah, agresip, kadang membahayakan diri dan lingkungannya, bahasa umumnya, ngamuk!
Banyaka teori dan tips untuk mengatasi Temper Tantru, dari upaya pencegahan, menghindari pencetus, mengalihkan perhatian, mengganti dengan sesuatu yang lain, memeluknya ketika sudah terjadi dsb. Pengalaman membuktikan ( he he he yang anaknya banyak ) setiap anak pernah mengalaminya, walaupun intensitas berbeda. Dan semua teori dan trik yang dianjurkan pernah kucoba, sampai akhirnya pada suatu kesimpulan pokok, terimalah itu sebagai suatu tahapan yang harus dilalui dan untuk mengatasinya, yang sangat dibutuhkan adalah sikap tenang dari orang dewasa yang ada didekatnya.
Tegang, emosi, marah tak akan ada gunanya, hanya memperkeruh suasana. 

No comments:

Post a Comment