Saturday, October 26, 2013

BANGGA



Dia anakku, ya, anak pertamaku, usianya baru 18 tahun, baru lulus tingkat SLTA
Aku bangga padanya! lho? bangga? Atas dasar apa?
Hei sebentar, kita luruskan dulu pemahaman kita tentang bangga, agar kita bicara di gelombang yang sama.   Pada umumnya bangga mewakili perasaan besar hati, senang, merasa lebih, bahkan mengarah pada sombong, meremehkan orang lain. Tapi tolong, untuk kali ini izinkan aku menggunakan kata bangga untuk mewakili perasaanku yang sedang besar hati tapi tidak sombong, bahagia, bersyukur, senang, boleh ya? Mengapa tidak pakai istilah yang lain? Apa dong? bersyukur? nggak salah sih, tapi koq pengen pake kata bangga, boleh ya?

Oke, lanjut.
Mengapa aku bangga padanya?
Apakah karena dia foto bareng pak menteri? dekat- dekat lagi? he he he
Tentu bukan, karena untuk bisa seperti itu tidak terlalu sulit.
Dan lagi sekarang menteri, siapa yang tahu kapan berakhirnya beliau jadi menteri?

Apakah karena dia ganteng? he he maklum, laki laki, ah yang lebih ganteng banyak
Apakah karena dia anakku? Alhamdulillah, dia dititipkan Allah sebagai anakku
Apakah karena dia cerdas? Ya, dia cerdas, seperti manusia lainnya yang mempunyai kecerdasan di bidangnya masing masing
Apakah karena dia sudah mandiri di usianya yang masih muda? ya, walaupun belum sepenuhnya.
Apakah karena dia Hafizh Qiur'an? nah yang ini benar sekali, karena ini istimewa bukan hanya di mata manusia tapi juga dalam pandangan Allah, semoga kualitasnya tetap terjaga ditengah kesibukannya.
Apakah karena dia pemberani? Ya, tanpa keberanian tak mungkin dia jadi petualang.
Apakah karena dia baik hati? Ya, terbukti dari banyaknya sahabat yang dia punyai.
Apakah karena dia berani ambil keputusan? itu salah satunya, tamat SLTP, setelah khatam hafalannya, dia putuskan belajar dengan caranya sendiri.
Apakah karena dia pandai bernegosiasi? Aha! benar sekali, bahkan aku, Uminya, sering tak mampu mematahkan argumentasinya, bila dia gagal menghadapiku, ilmu rajuknya dia keluarkan he he.
Apakah karena dia berbakat jadi pemimpin? ya, minimal adik adiknya segan padanya, satu lagi, dia sudah terbiasa menjadi imam sholat memimpin jamaah yang lebih dewasa bahkan berpangkat.

Sekali lagi aku bangga bukan karena merasa lebih dari orang tua lain, tetapi jika aku membandingkan dengan kondisi anak seusia pada umumnya, aku benar-benar sangat bersyukur, aku tidak selelah orang tua yang harus menghadapi permasalahan keremajaan anak anaknya.

Aku bersyukur diizinkan Allah mengantar anak anak sampai usia baligh dalam kondisi mereka sudah menyadari posisinya sebagai manusia yang harus mempertanggungjawabkan semua apa yang dilakukan kepada Allah, sehingga aku tidak harus was was sepanjang hidup mengkhawatirkan keselamatan mereka.
Ketika mereka memperoleh tanda batas usia kanak- kanaknya telah berakhir, mereka sudah tak perlu lagi diperintahkan untuk sholat, karena sudah terbiasa dan tidak lagi berat, misalnyapun agak menunda-nunda, itulah bagian mereka minta perhatian kita sebagai orang tua, minta di ingatkan, tetapi untuk meninggalkan sholat? itu sudah tidak lagi terjadi.

Apakah aku sudah cukup puas? ooo tidak! Aku tahu, perjalanannya masih panjang, perjuangannya baru dimulai, halangan, rintangan, godaan begitu banyak yang akan menghadang, menikam, menendang, aku tak kan pernah berhenti mendampinginya, dengan cinta, sayang, perhatian dan terpenting doa doaku.

Rasa bangga dan syukur ini menimbulkan sensasi lain, sebuah keinginan. aku ingin ibu ibu lain merasakan apa yang aku rasakan. Aku akan sangat bahagia bila anak anak mereka seperti bahkan lebih dari anakku, karena dengan itu, sebagai orang tua aku akan merasa lebih tenang meninggalkan mereka, karena mereka akan hidup dizaman yang lebih baik dari zamanku.

No comments:

Post a Comment