Kurasakan hari ini perasaanku begitu
peka. Ketika si kecil menanyakan kakaknya dan bilang kalau sayang dengan kakaknya
yang sedang belajar di Eropa,
aku langsung rindu, menangis. Melihat aku menangis, anakku ikut menangis. Biasa,
saat tamu bulanan datang, untuk mencegah perasaan ini hadir, aku sms
Habib.
Jangan
ngomong kangen lagi, mengingatkan rinduku pada anakku yang sekarang sedang di
jakarta dan Eropa,
pasti nangis, sedang sensi, plizzz.
Tolong baca dan fahami makna quran surat an
nur ayat 30 dan 31, ditunggu penjelasannya ustadz, terima kasih.
Sepi, tidak ada respon.
Aku mulai ragu dengan keputusanku
kemarin, berbahayakah? Dibolehkankah? Aku review lagi informasi darinya
beberapa hari ini, aku tidak ingin terjebak dalam rasa belas kasihan sehingga
aku melanggar rambu rambu agama. Aku terus kirim pesan walaupun tunda, rupanya
di sana sering ada gangguan, tapi tokh nanti sampai juga, biarlah tidak
langsung di respon.
Kupikir
tadinya kau bisa
menemuiku sebagai pasien karena kemarin kau keluhkan usus buntu, batu ginjal
dan tipus. Kau juga pernah bilang, bersyukur bila masih bisa bertahan satu
tahun kedepan.
Tapi
tadi kau bilang tidak berobat, aku jadi ragu dengan ceritamu yang lain? Aku
sedang mempertimbangkan untuk membatalkan menemuimu.
Kalau aku menemuimu karena
untuk menenangkan hatimu, perempuan apa aku ini? Hina? Penghianat? Pendosa?
Dalam Al Quran dikatakan bahwa
istrilah
yang seharusnya membuat suami
cenderung dan tentram, sedang aku,? Aku bukan siapa siapamu? Aku tidak punya
kewajiban menentramkan hatimu?
Aku
mengajak orang lain meninggikan kalimat Allah, aku sendiri melanggarnya?
Mencampakkannya? Aku ingin menolongmu
dengan sedikit ilmu yang ku punya.
Aku
ingin memberikan hakmu sebagai seorang muslim, apalagi sama sama tarbiyah.
Entahlah, aku belum punya fikiran lain, nggak usah nelfon, percuma?
Ketika sedang mengetik
pesan, kulihat nomornya memanggil, tapi putus lagi.
Tapi
sepertinya kau telah menentukan nasibmu, menentukan ajalmu, umurmu, walaupun
kau sandarkan itu sebagai takdir Allah. Aku ingin kau perluas wawasanmu tentang
jihad tidak hanya dari satu guru, supaya tidak ada penyesalan nanti.
Maafkan bila karena kekhilafanku, ketidak tegasanku membuatmu
terjerumus sedalam ini. Aku berdoa semoga keimanan dalam dadamu mampu
menuntunmu memperbaiki langkahmu ke depan..
Aku
berniat mengajakmu kembali tarbiyah, memanfaatkan sisa usia yang ada untuk sebanyak
banyaknya memberi
manfaat. Umat sedang membutuhkan pejuang pejuang tangguh untuk menghadapi
konspirasi, gozwul fikri dan fitnah dari musuh musuh Islam.
Kalau kau masuk daerah konflik sebagai relawan
kemanusiaan, aku tidak keberatan, tetapi sebagai pasukan perang? Aku meragukan
latihan yang kau dapat, tidak memenuhi syarat standar. Rasulullah berperang
tidak hanya bermodal semangat jihad, tetapi dengan persiapan yang matang.
Kau
tahu apa artinya putus asa? putus asa dari rahmat Allah? Apa hukumnya?
Pantaskah seorang beriman putus asa dari rahmat Allah? Di sinilah saatnya
membuktikan salimul aqidah,keimanan yang selamat, yang benar! aqidah bukan
hanya teori, akidahlah yang mendasari akhlak dan suluk yang muncul dari diri
seseorang.
Kau
tentu hafal dan faham hadist “ innamal a’malu binniyah?” bagaimana pentingnya
niat? Niat yang akan menentukan nilai sebuah amal.
Maafkan
aku. Mungkin aku telah melumatkan hatimu. Karena kekhilafanku dan ketidak
tegasanku, kau terjerumus sampai sedalam ini.
***
Menjelang dini hari, keesokan
harinya, Habib sms. Sejak jam satu aku
terbangun, tak bisa tidur lagi.
Ufff
… maaf Umi,
semalam tidak bisa membalas, gangguan jaringan. Sudah bangun?
Aku
memang aida
beberapa penyakit, tapi kufikir untuk apa berobat, untuk apa sembuh? Aku tidak
berharap bisa sembuh.
Aku menangkap nada putus asa
yang begitu kental.
Dalam
sakit ada pengampunan, pembersihan dosa, itu kebaikan. Tetapi mengapa
Rasulullah memerintahkan umatnya berobat ketika sakit? Karena dengan sehat,
seorang mu’min lebih banyak memberikan manfaat.
Dengan
kondisi seperti ini aku malah bersyukur, kalau memang usia sudah ditentukan, ya
untuk apa berlama lama? Kalau bisa memohon. . ..
Aku semakin yakin, kau bukan akan berjihad,
kau putus asa. Kau membuatku semakin marah. Rasul sering menangisi
umatnya,bahkan menjelang ajalnya beliau sebut sebut umatnya, karena cintanya.
Aku tidaklah semulia beliau, tapi akupun sering menangis ketika ada saudaraku
yang bermasalah, terutama dengan keimanannya, tapi aku tak bisa menolong.
Yaach
Umi, bukan begitu juga
kali. Hidup memang sebuah pilihan, awalnya aku juga berfikir seperti Umi, ingin membina umat,
tapi ya mungkin ini jalanku, yang terbaik untukku.
Mengapa
mungkin? Petunjuk Allah jelas. ‘mungkin yang terbaik’ bukan saat memilih, tapi
ketika menerima hasil dari pilihan.
Sudah
begitu panjang perjalanan hidupku ini. Semua cobaan sudah kulalui, mungkin
kalau Umi
jadi aku tak akan kuat. Apa salah kalau aku ingin mengakhiri perjalananku
dengan suatu kebaikan?
Heh, sebel. Seakan dia ,manusia paling menderita di dunia
ini. Habib lupa, usiaku hampir dua kali lipat usianya.
Khusnul
khotimah, akhir yang baik adalah cita cita setiap mu’min, tetapi yang
tahu kapan akhirnya hanya Allah, itu sebabnya kita harus selalu menjaga
keselamatan aqidah kita, jangan sampai kotor, apalagi putus asa, Allah benci!
Bukan
karena putus asa atau lari dari masalah Umi,
tetapi karena aku rindu. Aku merindukan seseorang, itu sebabnya aku pilih jalan
ini.
Itu
yang kubilang kau salah niat. Kau takkan dapatkan itu. Padahal aku sudah
berniat membantumu. Yang kau rindu bukan siap siapamu, Allah belum mengikat
kalian dengan ikatan suci. Yang ada nanti kau malah nyengir, karena disana dia
menjadi bidadari milik orang lain, sedang kau belum temukan bidadarimu di dunia
untuk kau bawa ke syurga.
Apa
Umi kira untuk mencintai
seseorang mudah bagiku? Buktinya sampai saat ini hanya Umi yang bisa menggantikan
posisinya dihatiku.
Hidup tak selamanya seperti novel, menikah
karena ada cinta?Kau telah izinkan aku menggantikan posisinya di hatimu,
artinya kau bisa izinkan yang lain juga.
Kalaupun
ada tentu sudah dari dulu, di sini banyak akhwat, tetapi mengapa aku tidak bisa
suka?
Kau
sudah baca hadiahku, tapi rupanya tidak ada artinya bagimu.
Belum baca Umi,
sedang malas melakukan apapun.
Hadiah
pertama, dan sms ku yang panjang semalam, kuharap kau mengerti maksud
dan tujuanku meresponmu selama ini.
Jangan
terlalu negative memandangku, aku ingin ketemu hanya ingin cerita riwayat
hidupku, agar Umi
tahu seperti apakah kehidupanku? Masa lalu, saat ini dan yang akan datang.Keinginanku
sederhana Umi,
pergi tanpa beban, mati dengan tenang.
Masalah aku suka sama
Umi, memang iya, tapi tak
mungkinkan kalau mengajak menikah denganku, sedang
Umi masih bersuami?Mungkin
pertanyaan pertanyaan dalam benak Umi
akan terjawab kalau sudah bertemu.
Oke,
dengan senang hati, tapi dengan sebuah janji, tendang jauh jauh keputus asaan
itu, karena aku benci, seperti Allah dan Rasul membencinya.
Sudah ngantuk
Umi?
Maunya, tapi sulit
tidur..
Mengapa tidak bisa tidur Umi, nanti meriyang lagi?
Ketika
ada masalah yang belum selesai, aku sering sulit tidur. Aku mau coba tidur. Sholat dulu gih?
Waktu terbaik untuk munajat, minta keputus asaan itu lenyap dari kehidupanmu.
Yaa… Umi, nih sedang cari
jangkrik di tengah kebun, sambil bakar bakar gitu, nggak bisa tidur juga.
Kalau sering
nggak bisa tidur, ya
dipakai untuk ibadah lah, koq malah cari jangkrik? Nih Umi lagi ngomong sama anak
ABG kali ya? Umi
kira mau berangkat jihad dengan
memperbanyak I’tikaf. Jadi penasaran sama mujahid cap jangkrik?
He he he, nanti kalau sudah ketemu, baru Umi tahu, lihat dulu
orangnya.
Tetap dengan janji, tinggalkan keputus asaan,
tanpa itu? Nggak minat.
Akan
ku usahakan
Oke,
kalau begitu Umi
ada minat menemuimu.
Kenapa nggak minat? . . . tinggi 165, kulit
sawo matang, rambut lurus, jenggotan lagi, bagaimana? Anda minat? Hubungi he he
he.
“Preeet!”
***
No comments:
Post a Comment