Keesokannya harinya, sekitar jam sepuluh
Habib sms lagi.
Umi, badanku mriyang, panas
dingin. Sudah minum penurun panas tapi belum sembuh juga, obatnya apa ya? Banyak sekali
penyakit di badanku ini.
Sebabnya
apa?
Kupikir setelah dia
membaca tulisanku di blog pagi ini, tapi aku belum menanyakannya.
Entahlah.Kalau
untuk usus buntu dan batu ginjal, obatnya apa Umi?
Usus buntu kalau sudah parah sebaiknya
dioperasi saja. Kalau batu ginjal bisa di beri herbal tempuyung, keji beling,
kumis kucing atau beli ramuan yang sudah jadi
.
Nggak
maulah kalau di operasi, ngeri.
Seperti
itu mau perang?
Ya
bedalah.
Beda? Kalau perang dipotong piotong tanpa di
bius, sudah pernah nyoba?
Iiih,
Umi, nanti kalau tiba saatnya
pasti di beri kekuatan.
Kalau tipus obatnya apa Umi?
Nanti
dulu, mau ngisi pengajian.
***
Baru selesai sholat dhuhur, Habib sudah
sms lagi, iiih.
Pengajian siapa Umi, koq sebelum
dhuhur, biasanya siang hari?
Ibu ibu rumah tangga yang nggak kerja di luar
rumah, sudah beresan sambil nunggu suami dan anak anak pulang.
Oh ya, obat tipus bisa
di kasih sambiloto, kunyit dan lain lain, jangan lupa minum madu dirutinkan
setiap hari. Apalagi penyakitnya? Seperti itu mau perang? Bukan perang malah
merepotkan pasukan.
Ya nggak begitu lah Umi,
itukan hanya penyakit fisik.. Sudah makan Umi?
Belooooom,
baru sampe, terus sholaaaaat!.
H e he he, Umi,
jangan sewot donk, dah makan dulu.
***
Sore setelah Ashar, hp berbunyi, ada
yang masuk. Karena terburu buru, di depan sudah ada pasien menunggu, hp ku buka
sambil berjalan
“ Assalamu’alaikum.”tidak ada jawaban
“ Halo?” tetap tidak ada yang bersuara,
terdengar desir angin pegunungan, hahhh! Jangan jangan? Langsung kututup, ku
cek no yang masuk, no tak di kenal!
Ku abaikan dulu, aku menangani pasien,
sambil berfikir, siapa ya tadi? Tapi suara angin itu sama seperti ketika Habib
menelponku waktu itu? Apa dia mencoba menelponku dengan no lain? Awas ya!
Beraninya dia mencuri suaraku?
Sore menjelang magrib, hp berbunyi lagi.
Mengingat kejadian tadi, no yang masuk kuteliti, benar no Habib, langsung ku
matikan dan kirim sms.
"Nakal!”
***
Tengah malam aku terbangun mendengar
nada sms masuk, kulihat jam dinding, jam oo.45, siapa ini?
Umi! ck ck ck
Seperti
satpam saja, jam segini masih melek? Ngantuk tauuuu! Tidur!
Hp kumatikan, tidur lagi.
***
Pagi harinya setelah beres urusan anak
anak yang akan berangkat
sekolah, hp baru ku aktifkan lagi. Ternyata sudah banyak sms yang sudah
menunggu, semua dari Habib. Rupanya dia kirim tengah malam tadi.
Setiap detik yang kulalui, yang ada dalam
fikiranku hanyalah dirimu, ingin rasanya kumati segera,agar tak tersiksa oleh perasaan
ini.
Aku
nggak bisa tidur Umi.
Sepanjang malam susah pejamkan mata. Yang ada hanya keinginan untuk berjumpa
denganmu.
Umi, . . jadilah istriku…
menikahlah denganku..?
Kalau Umi
tidak bersedia menjadi istriku, tolong temui aku sebentar sebelum kepergianku.
Masyaallah, manusia satu ini. Baru saja
selesai kubaca simpanan pesan yang di kirim tengah malam tadi, sms masuk lagi.
Umi!
Tubuh
renta ini terasa agak mriyang, mungkin karena tidur terganggu. Plizzzz, jangan
hadir setelah jam 23 malam sampai jam 4 pagi
Lho? Koq aku memberi kesempatan? Hmmm,
andainyapun aku larang, yakin dia tetap akan menghubungiku, lumayan kalau jam 4
aku belum bangun, di bangunkan, agar tidak bolong lailnya.
Aku kadang berfikir
ganti no hp, tapi apakah akan
menyelesaikan masalah? Justru nambah masalah, relasiku yang ratusan akan
kebingungan jika no hp kuganti. Yah, bagaimanapun ini harus diselesaikan dengan
damai dan bijak.
Akankah
usahaku sia sia untuk mengalihkan cintamu pada bidadari lain? Kemarin sore apa kau
telfon dengan no lain?
Mungkin orang yang juga
suka sama Umi.Mengapa
kalau orang lain yang nelfon, kau
angkat? Sedangkan aku, tidak?
Begitu memelas, aku trenyuh. Benar
dugaaanku, dia mencoba, ngetes, apakah no lain kuangkat, dan dia benar.
Oke,
kalau kuangkat, apakah kau mau menarik permintaanmu bertemu denganku?
Tidak,
aku tetap ingin bertemu denganmu sebelum kupergi, ku mohon luangkan waktumu
untukku walau sesaat.
Hhhhh! Mau ngapain siiih? Kau sudah liat aku
di profil FB,
maksa banget sih? Sebell!
Plizzz Umi,
tolong izinkan aku menemuimu, walau sebentar.
Aku jengah dengan semua ini, bagaimana
bisa aku menghentikannya?
Sedang
kupertimbangkan untuk menceritakan semua ini pada Abi dan minta ridhonya
untuk memenuhi permintaan terakhir seorang mujahid, walaupun aku meragukan
kesyahidanmu.
Aku memang belum menceritakan
ini pada suamiku, bukannya mau main rahasia, tapi kufikir masalah ini masih
terkendali, akan kucoba selesaikan sendiri dulu, semoga bisa. Nanti kalau semua
sudah beres, baru aku laporkan. Tapi seandainya tidak selesai selesai juga,
mungkin aku perlu bantuannya, akan segera ku ceritakan.
Pasti
Umi . . .jadi ku mohon
dengan sangat,temui aku ya?
Aku ingin telfon Umi,
karena setiap malam aku tidak bisa tidur, kuharap dengan mendengar suaramu aku
bisa agak tenang. Dan aku ingin bertemu denganmu sebelum aku tidur selamanya.
Yang jelas aku nggak pernah tenang, aku nggak minta apa apa, hanya ingin
berjumpa denganmu.
Aku
hanya ingin merasa nyaman walau sesaat, aku merasakan hidup walau sebentar… dan
itu hanya bisa kurasakan saat berjumpa denganmu.
Aku sempat tersinggung.
Bagaimana
perasaan Abi
kalau tau istrinya mengantarkan dan menenangkan tidur laki laki lain walaupun
hanya dengan suara?
Nggak
apa apalah Umi,
hanya suaramu yang mengantarkan aku tidur, sedang Abi bisa setiap saat
berada disampingmu.
Kapan
kau sadar bahwa cintamu salah alamat?
Tidak
ada cinta yang salah alamat, kalaupun Umi
tidak bisa menerima cintaku, maka temui aku walau sedetik, biar aku tenang
berlalu dari hidupmuSetiap kali kutelfon, kau tak pernah mau angkat. Tahukah
kau bagaimana perasaanku? Nafasku terasa sesak. Ini permohonanku, waktuku hanya
sebentar, tinggal dua bulan lagi aku di sini, aku tidak ada pilihan lain, sudah
muak aku dengan semua kehidupan ini.
Aku semakin yakin kau bukan mujahid, tapi
putus asa. Kau lari dari dunia, kau lari dari masalah.
Umi, aku ingin mendengar
suaramu. Kalau yang lain telfon kau angkat, tapi aku tidak?
Ada benarnya. Orang lain siapapun aku
angkat, tapi dia tidak. Jiwa terapisku tersentuh.
Telfon
sekarang!
Baru saja pesan terkirim, nada panggil
sudah terdengar. Ck ck ck, semangat sekali dia.
Kutarik nafas, upaya tuk menenangkan
diri, sebelum kuangkat hp.
“ Halo ?” terdengar suara dari seberang
sana, bersama suara desiran angin gunung, seperti suara di telfon kemarin sore.
Benar dugaanku, kemarin dia yang nelfon. Biarlah, tokh sudah terjadi, tak perlu
dipersoalkan lagi.
“ Assalamu’alaikum’,” jawabku dengan
suara yang kubuat setenang mungkin.
“ Wa’alaikum salam,” jawabnya, terasa
olehku dia berusaha menenangkan diri, menahan gejolah perasaannya.
“
Ya?”
tanyaku, menunggu jawabnya.
“ Pengen denger suara Umi?” jawabnya malu malu.
“
Sekarang sudah dengar suara Umi, tutup ya?” godaku he he he.
“ Eh… Umi, tunggu..” dia buru buru menjawab,
kutunggu ucapan selanjutnya.
“ Mengapa
kalau orang lain nelfon Umi
angkat, tapi kalau aku yang nelfon didiamkan
saja?”
“ Karena ada sesuatu di hatimu, maka Umi nggak mau angkat.” Jawabku.
Aku ingat waktu pertama dia menelfon,
baru sebentar pulsanya habis, aku harus manfaatkan waktu sebaik baiknya. Suara
ku buat tegas berwibawa, he he he.
“
Oke, Habib sekarang umur berapa?”
“ Dua
puluh lima, memang kenapa Umi?”
“
Lho katanya mau bidadari? Umi mau kirim bidadari nih?” godaku
“ Nggaklah…. Mau ketemu Umi saja.”
“ Oke, boleh Umi tanya?
Selama ini bagaimana jalan tarbiyahnya?”
“ Kan sudah aku ceritakan, dulu
murrobiku pulang ke jawa dan aku terus vakum aku kenal tarbiyah dari kelas 2
SMP sampai 3 SMA.”
“ Waktu pengajian membahas masalah jihad nggak?”
“ Y a sudah sampai, tapi kan hanya teori.
Aku juga sudah silaturahmi ke kantor DPD.”
“
DPD apa?” kejarku, dia sebutkan DPD yang dimaksud, Alhamdulillah. Aku
lega.
“
Lalu mau jihad ikut pasukan siapa?”
“ Ada orang dari ujung pulau Sumatra, aku nggak tahu
juga harokahnya apa?”
“
Habib! Jangan pernah melakukan sesuatu
yang Habib nggak tahu alasannya, nggak tahu mau dibawa kemana, apa tujuannya.
Apalagi niat Habib bukan mau jihad, tapi lari dari masalah, lari dari hidup.
Ada kisah, seseorang yang gugur di medan perang, ketika di tanya Allah,’mengapa menginginkan
gugur di medan perang?’
Dia menjawab,’
lillahi ta’ala. karena
Allah ta’ala,
tapi Allah mengingkarinya,’
Kamu berperang karena ingin disebut pahlawan,
pemberani!’
akhirnya, masuklah dia keneraka, karena syurga menolaknya.” T
ut tut tut, benarkan
pulsa habis. Maklumlah, beda operator.
Ada sms, masuk, Habis pulsa Umi.
***
Jam 13.30, sms dari Habib masuk,
Detik
detik sisa pulsaku, ku ingin mengungkapkan sebuah kata lagi padamu Umi, Sudah makan belum?
terpingkal aku
membacanya.
Sedang
makan pecel, badan agak meriyang, anak yang kecil sedang sakit, agak rewel.
Berikan
ke aku saja Um adek kecil, biar ku momong, siapa namanya? Oh, seandainya…
Stop,
seandainya dari syaiton. Pulsa habis, sudah diam dulu! Segera kupotong, sebelum dilanjutkan.
Oke Umi.
Hei,
hadiah sudah dilihat belum? Eh iya, habis pulsa, nggak bisa jawab, kasiaaan deh. Dilarang minta
ibu, mujahid muda harus mandiri, kalau belum mandiri artinya belum pantas ke medan perang
Sengaja kupanas panasi dia. Aku belum
tahu apa dia sudah bekerja, mandiri, anak keberapa dan sebagainya. Aku
sebenarnya tidak ingin terlibat terlalu dalam, sehingga aku tunjukkan sikap
acuhku. Begitu saja dia tidak mau menyerah, bagaimana kalau aku menunjukkan
perhatian berlebih dengan ingin tahu dirinya? Entahlah sampai kapan.
Ada beberapa alasan yang jadi
pertimbangan, mengapa aku tetap meresponnya.
Aku belum tahu cara terbijak untuk
melepaskannya tetapi tidak merusak dan menghancurkan jiwanya.
Habib sepertinya anak baik, polos, berusaha
menjaga diri.
Habib pemberani ( atau nekad?) begitu
beraninya menyatakan cinta padaku yang jelas jelas tidak mungkin dimilikinya.
Sayang kalau potensi sebaik ini tidak digarap untuk kebaikan umat.
Andai aku jadi ibunya, mungkin hatiku akan
perih melihat nasibnya, pemuda baik korban putus cinta, bercita cita ingin mati
syahid, cita cita yang sangat mulia, tetapi dengan alasan yang tidak tepat.
Dia
sedang bemasalah dengan dirinya sendiri, dia belum mampu mengelola rasa
kecewanya.
Dia
sedang berupaya untuk ridho kepada
kehendak Allah, disisi lain dia
ingin mencapai cita cita tertingginya, syahid fi sabilillah.
Sepertinya itu yang terjadi, dia ingin menyalurkan
kekecewaannya dengan cara yang sekilas pandang sesuatu yang sangat baik, jihad.
Aku ingin membantunya, semoga Allah membimbingku.
Akupun ingin suatu saat
dimana anak anakku dalam kesulitan, maka orang orang yang ditemuinya mau
membantunya dengan tulus, dengan izin Allah tentunya.
Andai Allah izinkan, aku ingin
membantunya sampai dia menemukan jodoh yang akan mendampinginya, mengingat
usianya sudah layak berumah tangga.
***
No comments:
Post a Comment