Malam ini aku sulit tidur, badanku
kurang sehat, juga harus selalu siaga menjaga dan melayani anakku yang
terkecil sedang sakit. Jika ada sedikit kesempatan, aku gunakan untuk terlelap,
walau ketika tejaga lagi, ternyata lelapku baru lima menit, lumayanlah.
Setelah
jam 23, mataku berulang kali melihat monitor hp yang sengaja aku silent,
menunggu sms atau call dari Habib, sebenarnya bukan menunggu, tapi ingin
membuktikan Habib menghargai permintaanku tidak? Alhamdulillah sampai jam empat
pagi tidak ada yang masuk, semoga bukan karena ada gangguan jaringan atau habis
pulsa, tapi karena dia menghargai permintaanku.
Setelah tahajud, hatiku semakin mantap,
harus kutuntaskan masalah ini secepatnya. Ada beberapa hal yang ingin kulakukan agar Habib
tidak tersiksa dengan cintanya, membatalkan
niat perangnya, seandainyapun tidak bisa, setidaknya niatnya sudah benar, bukan
karena putus asa atau lari dari hidup,kalau
bisa sampai membantu menemukan jodohnya
Mungkin aku bisa mencoba untuk
berdamai dengan cinta Habib, maksudnya tidak membunuh paksa
cinta itu, membantu mengarahkan bahwa tumbuhnya
cinta di hati tak perlu di lawan, tapi cukupkan dia sebagai catatan sejarah
atau kenangan hidup.
Akan kucoba untuk mengarahkan
dan memotivasinya untuk berusaha ridho dengan
kehendak Allah, walaupun tidak sesuai
dengan yang diinginkannya.
Mungkin tidak terlalu salah
kalau aku menerima cinta Habib dan membalasnya
dengan cinta sebagai ibu,
ibarat Habib memberi bakwan dengan mangkuk, maka bakwan diambil, mangkuk dikembalikan dengan isi bubur kacang hijau.
Memberi
kesempatan berkomunikasi bukan untuk menyuburkan cinta, tapi untuk melembutkan,
melunakkan, menaklukkan, dan mengendalikannya dengan bingkai cinta ibu yang tak
bertepi, tulus dan selalu menginginkan kebaikan anaknya.
Memang ini bukan hal mudah, menyangkut
hati manusia yang merasa nyaman dengan seseorang yang tidak mudah di pindahkan
pada orang lain.
Seharusnya urusan obyek da’wah laki laki di tangani oleh dai
laki laki, tapi aku ragu untuk melakukan itu, justru aku khawatir, ketika itu
ku lakukan atau ku usulkan pada Habib, dia surut dan tidak mau terbuka lagi.
Aku tahu, apa yang kulakukan ini kontroversi dengan
metode da’wah yang selama ini aku pelajari, ini langkah yang penuh resiko, tapi
bagaimanapun aku merasakan ini sebagai amanah untukku.
Baiklah, aku ambil langkah penuh resiko ini dengan Bismillah, semoga tidak ada
fitnah yang menyertai da’wah ini.
***
Setelah mengisi pulsa, Habib
langsung membalas smsku.
Belum sempat. O ya, kirim alamat
rumah yang lengkap ya? InsyaAllah nanti dua bulan lagi aku tempat Umi. Kangen banget aku kalau sehari saja tidak membaca
sms darimu.
Ya
nggaklah, kalau minta uang dengan orang tua. Aku
juga ada hadiah untuk Umi,
InsyaAllah besok sore kalau aku nggak telat pulang kerja.”
Hi hi hi lucu… lucu… gimana gitu? Mesra…
tapi kekanak kanakan, itu harapanku, semoga dia salah menafsirkan perasaannya
dan masih dapat diarahkan. Tambah mantap aku dengan rencanaku, syukurlah dia
bekerja.
Aku fikir, toh tak akan ada pertengkaran
kalau yang satu diam, tak ada tepuk tangan kalau hanya satu tangan yang maju,
tak ada percintaan kalau tidak berbalas, semoga Allah memudahkan upayaku.
***
Esok paginya, aku sms dia, sekali sekali
sms duluan.
Bib, bisa tidur semalam?
Lumayan
Masih pengen ketemu?
Masih
pengen ketemu, nggak bakal tenang sebelum ketemu Umi, oya mana alamatnya?
Kapan
mau kesini?
Ya Umi?
Heran?
Kapan mau kesini?
InsyaAllah secepatnya, kapan Umi ada waktu?
Setiap
saat, konfirmasi dulu ya.
Umi,
alamatnya mana? Kalau keberatan aku ke rumah, di mana saja boleh, yang penting
bisa ketemu Umi.Alamatnya
mana? Konfirmasi ke siapa?
Sabar ngapa? Iiih nggak sabaran banget!
Konfirmasi ke Umi lah, bisanya kapan ke sini, nanti janji lain
di kensel dulu. Brosurnya masih ada?
Ya masih ada koq, tinggalnya disitu juga ya?
Aku
diamkan saja, aku smsan kan sambil melakukan pekerjaan lain, jadi kadang agak
lama jawabnya.
Umi, sibuk apa ngambek nih? aku senyum senyum sendiri, lumayan untuk teman
kalau lagi kerja sendiri seperti ini.
Habib sakitnya apa saja, nanti Umi sekalian siapkan
obatnya?
Sakit
karena cinta Umi,
he he he, nggak koq. Belum pernah berobat, hanya minum obat warung saja.Umi, sedang apa?
Bernafas.
Ya
iyalah Umi…
kalau nggak nafas namanya mayit
Habib kerja
apa? Di mana?
Nggak
kerja apa apa, lha hanya tamat SMA. . . tani, apa Umi mau bantu nyangkul, gitu
?
Kebun sendiri apa punya orangtua? Ada berapa
Ha, tanam sayur ya?
Kebun sendirii, ya masih menanam sayuran.
Sudah pernah kerja, di Jakarta, jadi pengawas proyek sudah, kerja swasta sudah,
jadi kuli juga sudah pernah .
Ya nggak apa apa tani, kebun sendiri kan sudah
bagus. Tinggal nanti difikirkan bagaimana supaya nggak nyangkul lagi, pake
traktor. Trus dikembangkan jadi agrobisnis yang lebih berkembang.
Traktor
sudah banyak,
tapi tetap masih pakai cangkul, sesudah ditraktor, harus di gulut juga, nggak
bisa lah pake traktor.
Nggak taulah Mi, hal hal dunia seperti itu nggak
seberapa aku fikirkan lagi.
Mau
ke akheratkan lewat dunia? Anak Umi yang pertama hafizh
Quran, belajar bisnis, mau jadi pengusaha sukses. Menurutnya kalau dunia di
pegang orang beriman, maka akan menjadi rahmatan lil alamin.
Islam
tidak pernah melarang jadi pengusaha atau yang lain, tapi harus diingat,
mengaku Islam
bukan dari hal dunia, ekonomi dan sebagainya, tapi di mulai dari aqidah,
fikroh/ ideologi.
Yang koruptor itu juga gelarnya Lc semua, pernah mondok juga koq aku Mi
Hmmm, ustadz Habib muncul, he he
Jangan
sinis begitu terhadap sesama
muslim, dahulukan hisnudzon, kita sedang di kepung fitnah. Habib sudah berapa juz hafalannya,
kan mau di bawa syahid?
Apa
ada hadistnya kalau syahidin harus hafizh quran.
Hmm mulai deh, main dalil.
Mungkin ilmu Umi
belum sampai, tapi setahu Umi
ada hadist yang berkisah, ketika akan menguburkan para syuhada perang, Rasulullah
menanyakan, siapa diantara para syuhada yang paling banyak hafalannya, dia yang
didahulukan sebagai penghormatan dan pemuliaan.
Kalau
sudah hafizh Quran
seharusnya lebih
dulu mengamalkan isinya, terutama perintah jihad, namun tidak berarti yang
tidak hafizh terlepas dari kewajiban perintah jihad. Kalau masalah balasan dan
kemuliaan, pastilah Allah membalas sesuai dengan yang Dia kehendaki.
Ya
ustadz, sedikit agak faham. Terima kasih tausiahnya. Tapi jadi malez ketemu,
nanti Abi
di ajak jihad, padahal perjuangan kami mengantarkan anak anak untuk menjadi
hafizh Quran
belum selesai, masih empat orang lagi.
He he he. .. Umi
sudah makan belum?
Belum, lagi malezzz.
Sama,
aku juga malez makan. Lagi kangen mau ngapa ngapa jadi males.
Lah, orang melo begitu mau jihad? Yang di
omongin kangen melulu? Sudah sadar belum cintanya salah alamat?
Nggak
ada cinta yang salah alamat Umi!.
Memang kenapa kalau aku suka sama Umi?
Memang salah?
Nggak,
hak masing masing orang untuk suka dengan siapa atau dengan alasan apa, monggo.
Umi!
Pa!
Kangen!
Mulai!
Memang
kangen Umi.
Iya siih, yang sudah punya idaman hati?
Masa
bodo!
Bib.
Ya
Umi, kenapa?
Pacaran boleh nggak?
Lho, koq nggak di bales?
Tidur
apa mikir?. . . sepi….
***
No comments:
Post a Comment