Monday, August 10, 2015

Dagang : Malu atau Malas?


Kadang malu dengan teman-teman yang terlihat kehidupannya sudah makmur, berlimpah, tapi masih rajin berdagang barang-barang yang untungnya seribu dua-ribu rupiah.

"Ya namanya hobi, untung atau rugi ya tetap jualan. Apapun yang ditawarkan untuk dijual, akan saya jualkan," jawab seorang teman. 

Belum lagi kalau melihat perjalanan usaha seseorang, misalnya warung sayur. 
Awalnya hanya belanja sedikit dengan modal kecil, kemudian berkembang sampai omzetnya jutaan perhari. Sampai akhirnya, setelah lebih dari 20 tahun, berhasil membeli mobil. 

Lama?

Ya, lama, bila dibandingkan dengan para pelaku MLM yang rajin dan gigih, hanya dalam tempo beberapa tahun, sudah mendapatkan bonus-bonus yang menggiurkan, dari mobil sampai jalan-jalan keluar negeri.

Kini, dunia internet menawarkan peluang yangberbeda untuk pedagang. Jualan online.

Teman-teman yang sukses jualan online berbagi cerita, bagaimana nyamannya usaha mereka. Sambil melakukan aktivitas lain, masih bisa berdagang.

Kesimpulan saya, para pedagang insyaallah akan sukses jika tidak malu dan tidak malas.

Lho?

Artinya saya malas? Atau malu? Atau kedua-duanya?

Kadang, bakat jadi kambing hitam dalam masalah ini.

Nggak bakat dagang!

Benarkah?

Mau ngaku malas, kok ya terlalu amat, yah? 

Atau malu?

Ha ha ha, sepertinya tidak tepat juga, soalnya saya bukan tipe pemalu (malu-maluiin, iya), ups! Ngaku.

Mungkin lebih tepat masalah kenyamanan.

Sudah 23 tahun perjalanan rumah tangga kami tidak lepas dari usaha sebagai upaya menjemput rizki. Dan usaha itu sangat terkait erat dengan aktivitas dagang. Dari dagang buku, jasa menjahit, produksi pakaian sampai konveksi, catering, produksi telur asin, minuman tradisional instan, jual produk herbal, madu, jasa terapi, dll.

Nasibnya?

Ada satu dua yang sempat sukses, tapi tidak bertahan lama seperti halnya tukang bakso yang mulai dengan gerobak dorong sampai mempunyai cabang di mana-mana.

Beberapa teman mengkritisi, hal itu karena kami kurang gigih dan tidak fokus.

Mungkin mereka benar, kami kurang gigih, terutama dalam menawarkan dagangan/ jasa, ya itu tadi, ada perasaan malu ketika kelihatan gigih mencari uang. Ha ha ha, aneh, kan? Lha memang cari apa kalau bukan uang? Bawaannya pengen ngasih murah atau bahkan gratis bila bertemu calon pembeli yang saudara atau teman dekat.

Prinsip "bisnis ya bisnis, saudara, ya saudara" sangat membuat tidak nyaman.

Tidak fokus?

Kalau yang disebut fokus itu hanya mengelola satu jenis usaha, ya, benar. Kami tidak fokus.

Kenapa?

Kebutuhan pokok sangat mendesak. Kebutuhan gizi anak! Kebutuhan yang tidak bisa ditunda!

Sedang untuk fokus berarti harus kuat bertahan dalam satu bidang dengan segala tantangannya, termasuk berhemat untuk konsumsi sehari-hari!

Ya, sudahlah! Nggak apa-apa nggak fokus dalam bidang usaha, yang penting fokus dalam tujuan hidup.

Jadi?

Karena yang dicari rasa nyaman dalam usaha, ya harus terima konskuensi hasil yang seperti sekarang, secara ekonomi belum bisa dikatakan sukses.

Mau ngomong, sudah rizkinya segitu, ups! Nanti ada yang protes!




No comments:

Post a Comment