Thursday, March 3, 2016

Jilbab dan Persepsi tentang Pemakainya

"Kok pakaianmu seperti itu, ikut cara mana, tho?" tanya Mbah Putri, saat aku berkunjung ke kampung di tahun 1989.

"Cara Islam, Mbah, di Qur'an ada ayat yang memerintahkan," jawabku, agak deg-degan.

"Mbah dulu ya belajar di pesantren, tapi nggak ada ajaran yang seperti itu, masa Kyainya nggak tahu kalau ada di Qur'an?" jawab beliau.

***
Benar, di Indonesia jilbab mulai marak sekitar tahun 80an.

Teringat saat SMA, di tahun 80an, siswi yang menggunakan jilbab ke sekolah, hampir setiap hari dipanggil ke ruang Bimbingan Konseling. Dinasehati untuk tidak menggunakan jilbab saat ke sekolah karena tidak sesuai aturan seragam. Tetapi sebagian besar tetap bertahan dengan jilbabnya, walau ada satu dua yang mengalah dan dan kembali ke seragam semula tanpa jilbab. Untunglah tidak ada yang sampai dikeluarkan.

Di tahun-tahun itu juga dakwah kampus mulai menggeliat, kajian-kajian yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi dan berpindah-pindah menjadi sarana menambah pemahaman keislaman.

Saat itu, seorang muslimah yang memutuskan untuk berjilbab dan menutup aurat dalam kesehariannya, dianggap mendapatkan hidayah dan berhijrah. Mereka dianggap paham agama dan menjaga diri dari kemaksiatan.

Ketika itu, jika ada seorang mahasiswi berjilbab hamil, maka teman-temannya tidak mencurigai atau menuduhnya berzina, tetapi  menganggapnya sudah menikah,kerena memang saat itu, sebagian mahasiswi menikah tanpa dirayakan karena masih kuliah, untuk menghindari pacaran. Itu cara menjaga diri dari fitnah pacaran.

Seorang muslimah yang berjilbab benar-benar menjaga diri dari perbuatan yang sekiranya akan mencemarkan nama Islam, karena saat itu jilbab merupakan simbol ketaatan seorang muslimah.

***
Bagaimana dengan kini?

Miris!

Beberapa kali membaca berita di media mainstrem atau sosmed, tentang kejadian-kejadian yang membuat hati ini sangat sedih. Bagaimana kemaksiatan yang tergolong dosa besar dilakukan oleh gadis-gadis atau wanita dewasa berjilbab. Zina, selingkuh, minuman keras, merokok bahkan berkelahi!

Allah! Apa yang sesungguhnya sedang terjadi?

Apa yang menjadi sebab terjadinya fitnah ini?

Apakah karena pendidikan keimanan yang gagal? Atau karena begitu kerasnya usaha pembenci kebenaran untuk meruntuhkan al haq? Atau karena kebebasan media untuk berlomba menarik perhatian untuk menaikkan ratingnya?

Kini, keanggunan jilbab banyak tercemar oleh tingkah laku sebagian para pemakainya.

Di satu sisi ada rasa bahagia karena jilbab sudah tak asing lagi, bahkan menjadi trend mode di kelas sosial atas, tapi di sisi lain ada kelemahan dalam menyelaraskan kualitas iman dan akhlak dengan identitas ketaatan seorang muslimah itu.

Ini PR buat kita, terutama orang tua dalam upaya memperkuat kepribadian  muslim anak-anaknya, yang tentunya butuh keteladanan.

No comments:

Post a Comment