Tuesday, November 25, 2014

Nostalgia Bubur Beras

Efek kehujanan dua hari lalu tak bisa dihindari, walaupun sudah dicegah sedemikian rupa. Faktor usia memang tidak bisa dibohongi. Demam, tidak terlalu. Migren, semoga tidak. Tapi sepertinya rasa tegang ditengkuk, dan gusi yang meradang tidak bisa ditolak lagi. Akibatnya? Males ngomong atau makan. Tapi hal itu, terutama makan, tentunya tidak bisa diabaikan, bahaya! Bisa lebih parah. Mau makan apa yang paling nyaman untuk kondisi seperti itu?

Yap! Bubur!

Bisa sih beli bubur ayam, tapi kok nggak timbul selera saat mengingatnya?

Hmm, bubur beras buatan sendiri. Aha! Sudah berapa tahun ya, nggak buat bubur beras?

Sangat sederhana cara membuat maupun bahan-bahannya. Hanya beras, santan kelapa, garam dan daun salam.

Menikmati bubur hangat sambil mengenang masa kecil, tahun 70an.

Keluarga besar dengan  penghasilan minim, memaksa ibu memutar otak memenuhi kebutuhan, salah satunya dengan menghemat.

Menu sarapan yang paling sering adalah nasi goreng, nasi uduk, nasi putih dengan tempe goreng plus sambal kecap, atau bubur beras.

Nasi uduk, sambal dan sedikit telur dadar yang diiris sangat tipis menyerupai mie.

Nasi goreng berbumbu cabe, bawang merah, bawang putih dan garam, tanpa lauk.

Nasi putih hangat, seiris tempe dan sambal kecap.

Bubur nasi, tanpa lauk.

Sangat tepat untuk hemat tapi mampu mengganjal perut sampai ketemu makan siang.

Makanan-makanan sangat sederhana, tapi begitu dirindukan saat selera makan pergi entah kemana, terutama saat badan terasa tidak fit.

Entahlah!

Apakah faktor makanannya yang nyaris tak berbumbu dan tidak membuat eneg, atau kerinduan pada masa-masa kecil yang membuatnya terasa begitu nikmat di saat yang tepat.

No comments:

Post a Comment