Tuesday, December 8, 2015

Diskriminasi Dalam Dakwah

Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling,
karena telah datang seorang buta kepadanya.
Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa),
atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran, lalu pengajaran itu memberi manfaat kepadanya?
Adapun orang yang merasa dirinya serba cukup,
maka kamu melayaninya.(Terjemah QS. Abassa : 1-6)

Siapapun boleh melakukan dakwah, selama paham dengan apa yang didakwahkan, karena akan ada pertanggungjawabannya.

Di surat Abassa Allah memberi pegangan, bahkan peringatan untuk tidak mengabaikan orang-orang yang menerima dakwah, dari kalangan apapun mereka. Bahkan mereka harusnya diprioritaskan.

Sebagai dai, mungkin ada skala prioritas dalam menentukan obyek dakwah. Dengan alasan efektivitas hasilnya.

Wajar! Secara logika, orang-orang yang punya pengaruh di masyarakat harusnya lebih diutamakan, harapannya melalui pengaruh mereka dakwah akan lebih cepat berkembang.

Atau di kalangan terdidik, sebagai upaya kaderisasi dai.

Bahkan sempat terbaca ada semacam peringkat kualitas dai, dimana penggarap tokoh masyarakat, pejabat dan mahasiswa seperti lebih bergengsi dibandingkan yang berdakwah di masyarakat bawah atau anak-anak.

Allah Maha Menyaksikan dan tak pernah melalaikan nilai kebaikan sekecil apapun.

Surat Abasa, selain bernada menegur sikap dai yang diskriminatif, sekaligus menghargai para dai yang dengan kesabarannya melayani orang-orang yang terpinggirkan karena keadaan.

Sebutan buta di surat tersebut bisa jadi mewakili keadaan kekurangan manusia, bisa karena kemiskinannya, status sosialnya, ke maksiatannya, dll.

No comments:

Post a Comment