Monday, July 27, 2015

Poligami = Sebuah Solusi?

Tidak sengaja, saat beresan berkas, menemukan sebuah naskah yang pernah di muat di media.

Untuk membandingkan kualitas tulisan tiga belas tahun lalu dengan sekarang, sepertinya tidak ada salahnya ditayangkan ulang.

Berhubung tidak menyimpan soft copynya, terpaksa mengetik ulang.

Ini dia!

***

Poligami = Sebuah Solusi

Tulisan ini saya buat untuk menanggapi tulisan adik Yonalita Vevia  (selanjutnya saya sebut YV ) yang dimuat dalam Lampost Minggu 28 April 2002 rubrik GENDER.

Ditilik dari namanya, adik YV adalah seorang perempuan, seperti saya; walaupun nama tersebut tidak seperti nama saya tapi mencerminkan nama seorang muslimah pada umumnya (yang biasanya diambil dari bahasa arab), juga seperti nama saya.

Adik YV mengawali tulisannya dengan sebuah pernyataan bahwa Islam adalah agama yang universal, yang di dalamnya mengatur segala aspek kehidupan manusia (semoga itu sebuah pengakuan yang tulus), tetapi dalam isi dan akhir tulisan tersebut saya menemukan beberapa buah pikiran yang mengusik saya, sebagai muslimah untuk menanggapinya.


Beberapa hal yang akan saya tanggapi adalah pertanyaan-pertanyaan berikut:

1 .  Dan biar bagaimanapun poligami yang terjadi saat ini pada hakekatnya merupakan penghinaan      terhadap perempuan, sebab mana ada perempuan yang rela dan bersedia dimadu, sebagaimana halnya laki-laki mana ada yang rela dan bersedia dimadu, walaupun memang tidak mustahil ada perempuan yang rela dan bersedia menerima poligami, tapi karelaan atau kesediaan dari satu atau sejumlah perempuan tidak boleh dijadikan acuan menggeneralisasi apalagi memaksakan seluruh perempuan dapat menerima hal yang sama.                                                                                                                                    
Dari cuplikan kalimat di atas saya menangkap bahwa adik YV:                                                            

   -      menggeneralisir bahwa poligami yang ada saat ini merupakan penghinaan terhadap perempuan.                                             
  -      menggeneralisir bahwa semua perempuan tidak rela dimadu.                                                                                                            
  -      menuntut perempuan sama persis dengan laki-laki
                                                                                                                      
 -      khawatir dengan adanya beberapa perempuan yang rela dan bersedia dimadu, semua  perempuan dipaksa untuk menerima hal yang sama.  

2.  Kerelaan yang jarang dan langka terjadi itu muncul apabila perempuan memandang atau menempatkan dirinya sebagai harta atau obyek yang dimiliki suami, bukan melihat dirinya sebagai subyek atau individu yang merdeka, yang memiliki seperangkat hak. Dengan demikian penerimaan poligami oleh perempuan bergantung pada seperti apa dia memandang dirinya, sebagai subyek (mungkin yang dimaksud adalah obyek (pen) atau individu yang memliki hak sebagaimana layaknya seorang manusia.                                                                                                                                                                   
Dan kalimat di atas dapat dimaknai bahwa adik YV menuduh perempuan yang menerima poligami berarti merendahkan dirinya, menempatkan dirinya sebagai obyek, bukan sebagai subyek atau individu atau sebagai manusia merdeka bahkan bukan sebagai manusia (layaknya).

3.  Dengan kata lain, poligami hanyalah sebuah pintu darurat kecil yang dipersiapkan untuk situasi dan kondisi darurat. Itupun disertai syarat besar, keharusan berlaku adil, yang rasanya hanya bisa dipenuhi segelincir orang.                                                                                                        

-   Adik YV beranggapan bahwa polgami boleh dilakukan dengan sangat terpaksa, untuk kondisi  yang sangat darurat.

-   Yang bisa memenuhi syarat poligami hanya Nabi Muhammad Saw. seorang, laki-laki lain tidak akan sanggup.

4. Dan satu hal yang menjadi peringatan bagi kita, perkembangan sejarah manusia mengikuti pola pandangan masyarakat terhadap kaum perempuan. Ketika masyarakat memandang derajat perempuan hina, poligami menjadi subur, sebaliknya pada masyarakat yang memandang derajat perempuan terhormat, poligami menjadi berkurang.

- Adik YV menutup tulisannya dengan kesimpulan bahwa poligami adalah penghinaan terhadap perempuan.


Tulisan berikut merupakan sebuah upaya untuk memandang poligami dari sudut keotentikan ajaran Islam (insyaallah), bukan dari sudut pandang perasaan seorang perempuan.

Ketika kita bicara tentang aturan hidup yang diundang-undangkan oleh Sang Pencipta untuk kebaikan hidup seluruh manusia (ciptaan-Nya), maka yang adil adalah, kita berusaha memahaminya dari sudut ke-Maha Kasih Sayang-Nya Sang Pencipta kepada seluruh manusia, bukan dari kepentingan/keegoisan seorang/sekelompok manusia.

“Hai sekalian manusia, bertaqwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri dan dari padanya Allah menciptakan istrinya, dan dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak..."(Terjemah QS An Nisa : 1 )
Dalam Islam, perkawinan merupakan suatu lembaga yang suci, yang mana lembaga tersebut merupakan salah satu sarana ibadah kepada Allah. Perkawinan bukan sekedar sarana untuk menunaikan naluri seksual manusia, bukan pula sekedar sarana menjaga keberlangsungan keturunan, bukan sekedar keteraturan sosial di masyarakat, walaupun itu semua tercakup dalam tujuan disyariatkannya perkawinan.

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya dan dijadikannya di antaramu rasa kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (Terjemah QS Ar Rum : 21)
Manusia diciptakan dari bahan yang sama dan mempunyai tugas hidup umum yang sama ( yaitu beribadah kepada Allah) tetapi memiliki tugas hidup khusus/teknis/fungsi yang berbeda, sesuai dengan jenis kelaminnya.

Kalau laki-laki dan perempuan mengemban fungsi yang persis sama, mengapa pula Allah menciptakannya dalam bentuk berbeda?

Laki-laki dan perempuan diciptakan untuk saling menolong, saling mengisi, bersama-sama menciptakan dan menikmati ketentraman dan kasih sayang yang bersemi di antara mereka. Dan kalau kita mau jujur, tidak salah bila kita menangkap makna ayat di atas, bahwa Allah menciptakan beberapa perempuan (istri-istri) untuk seorang laki-laki.

“...maka kawinilh wanita-wanita yang kamu senangi, dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan berlaku adil, maka kawinilah seorang saja...”(Terjemah QS An Nisa : 13)
Mengapa laki-laki diizinkan mengawini lebih dari satu perempuan, sedangkan perempuan tidak?

“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum perempuan, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain...” (Terjemah QS. An Nisa : 34)
Apakah semua laki-laki diperkenankan mengawini lebih dari satu perempuan?

Dari ayat-ayat di atas dapat dipahami bahwa laki-laki yang memenuhi syarat untuk itu adalah laki-laki yang dapat menjadi pemimpin yang adil.

Poligami diperuntukkan bagi laki-laki yang taat kepada Allah sehingga dia dapat mempertanggung-jawabkan kepemimpinannya di hadapan Allah. Dia tidak menyebabkan poligami menjadi fitnah dan masalah di bumi ini.

Perempuan-perempuan yang menjadi istri pertama, kedua, ketiga dan keempat, juga seharusnya adalah perempuan-perempuan yang taat kepada Allah, sehingga dia bisa menjalani kehidupannya dengan tentram dan penuh kasih sayang Dia tidak mempermasalahkan nomor urutnya, dia hanya berusaha maksimal memerankan fungsinya sebagai istri, karena nomor urut tidak membedakan fungsinya sebagai istri. Semua istri mempunyai tugas yang sama, yaitu mewujudkan ketentraman dan kasih sayang dalam keluarga.

Bagaimana dengan kondisi saat ini? Apakah poligami masih relevan dilaksanakan?

Jika jumlah laki-laki sama dengan jumlah perempuan atau jumlah laki-laki lebih banyak dari jumlah perempuan, maka persoalan poligami akan lenyap dengan sendirinya. Tetapi pada kenyataannya tidak demikian, justru jumlah perempuan lebih banyak dari laki-laki. Menghadapi kenyataan tersebut, kita dihadapkan pada beberapa pilihan:

1.     Membiarkan laki-laki memelihara perempuan-perempuan lain selain istri tunggalnya dan ini berarti mengakui dan menyuburkan perzinahan.

2.    Membiarkan sebagian perempuan hidup di dunia tanpa suami sampai mati, hidup dengan tekanan karena naluri keperempuanannya tidak tersalurkan, yaitu naluri kasih sayang kepada suami, naluri seksual, naluri berketurunan dan naluri keibuan serta naluri-naluri yang lain yang masih sangat banyak.

3.    Memperbolehkan poligami.
Saya kira tidak ada perempuan terhormat yang memilih menjadi perempuan simpanan atau teman selingkuh yang hidupnya bergelimang dosa dan dikejar rasa kegalauan karena status yang tidak jelas. Juga mungkin jarang ditemui perempuan-perempuan yang mampu menjalani hidup normal, bahagia dan tetap terhormat tanpa suami di sisinya.

Bagaimana agar poligami dapat menjadi sebuah solusi?

1.      Setiap kita hendaknya memahami konsep poligami sesuai dengan sumber aslinya, tanpa mengotorinya dengan pemikiran-pemikiran sekuler atau apapun namanya, sehingga kesuciannya sebagai risalah ilahi terjaga, tanpa dicampuri hawa nafsu rendah laki-laki maupun perasaan cemburu perempuan yang berlebihan.

2.      Hendaknya laki-laki yang akan berpoligami benar-benar yakin dengan kemampuannya dalam memimpin istri-istrinya, mampu berbuat adil minimal dalam hal yang bersifat lahiriah (catatan kaki terjemah QS. An Nisa :3 terbitan Depag RI) dan mempunyai kemampuan harta untuk menghidupi istri-istri dan anak-anaknya sampai Allah menjemput ajalnya.

3.     Hendaknya laki-laki yang akan berpoligami memberikan pemahaman kepada istri-istrinya, baik istri pertama, kedua atau yang ketiga, sehingga penerimaannya dengan hati yang ikhlas.

4.      Hendaknya istri pertama berusaha memahami alasan suami dan dapat menerima kehadiran madunya dengan persahabatan.

5.      Hendaknya istri yang baru tahu diri sebagai pendatang, menghormati istri terdahulu, jangan mencoba mengusik posisinya dan mengacaukan rumah tangganya. Hendaknya dia takut kepada Allah sehingga tidak menjadi sumber fitnah.

Kalau poligami dilaksanakan dengan keimanan, keikhlasan dan etika yang baik, insyaallah poligami tidak akan bermasalah, justru akan menjadi sebuah solusi bagi permasalahan sosial saat ini.

Satu hal yang mungkin kita lalai, ketika terjadi ketidak-sesuaian antara hukum Allah sebagai pencipta dan kemauan manusia sebagai ciptaan-Nya, manusia terlalu sombong untuk mengakui ketidak-mampuannya dalam memahami hukum Allah tersebut, bahkan sering terjadi manusia dengan kelebihan akalnya mempertanyakan bahkan menggugat hukum Allah tersebut dengan dalih reaktualisasi atau relevansi atau apapun istilahnya, yang pada intinya adalah, manusia tersebut sedang mencoba menggantikan posisi Allah dengan hawa nafsunya sebagai tuhan-tuhan baru di permukaan bumi ini.

Padahal, walau seluruh manusia di jagad raya bersepakat mengubah hukum Allah, tetapi toh pada perhitungan akhir nanti, parameter yang digunakan tetap saja hukum Allah.

Jadi, manusia yang cerdas adalah yang dapat memposisikan dirinya sebagai hamba Allah yang taat, karena dia yakin bahwa seluruh alam ini nantinya akan kembali kepada Allah.

Wallahu’alam bishshowab.

Penulis : Dra. Neny Suswati

Direktur wilayah Lembaga Pembinaan dan Pengembangan Keluarga Sakinah LPPKS-BKPRMI Lampung

***
Pihak media berhak memotong naskah jika dipandang kurang efektif n efisien.

2 comments: