Sunday, April 5, 2015

Cara Melembutkan Hati


Mungkin kita termasuk yang sering merasakan kekesatan hati. Terasa kasar, penuh amarah, mudah tersinggung, tidak peka dengan kebaikan, selalu berprasangka buruk, mencari kesalahan pihak lain, tidak menerima kondisi, dan sebagainya. Dan bisa dipastikan, hal itu membuat kita tidak nyaman, jauh dari bahagia.

Tentunya kita ingin segera keluar dari kondisi seperti itu, segera mendapatkan hati yang lembut, yang akan menjadikan kita bisa menikmati hidup dan merasakan bahagia.

Bagaimana caranya?

Untuk melembutkan hati, banyak yang menyarankan dengan memperbanyak ibadah, doa dan dzikir.

Benar! Tapi sebagian kita tidak bisa merasakan langsung cara ini untuk segera mendapatkan kelembutan hati.

Mengapa bisa begitu? Sedang Allah berfirman,". . . Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tentram." (Terjemah QS Ar-Ra'd : 28)

Allah tidak pernah salah, pasti! Ayat Al Qur-an selalu benar!

Lalu di mana salahnya? Mengapa terkadang dzikir, doa dan ibadah terasa hambar dan tidak berefek pada ketenangan?

Mungkin, satu hal yang kita lupakan, yaitu tafakur dan tadabbur!

Apa peran tafakur dan tadabbur dalam melembutkan hati?

Kasarnya hati terasa biasanya dipicu oleh sesuatu, baik itu peristiwa maupun pemikiran.

Ketika kita menyadari, hati ini terasa kasar, maka segera cari penyebab dan akar masalahnya.

Dari yang paling permukaan, peristiwa apa yang menjengkelkan atau membuat ganjalan di hati.

Pikirkan penyebab itu dari berbagai sudut, sampai hati kita bisa menerimanya dengan ikhlas.

Kemudian tadaburi ayat, dzikir atau ibadah yang dapat melembutkan hati.

Contoh:
Seorang ibu sering merasa kesal karena urusan anak-anaknya yang masih kecil. Juga seringnya timbul keributan di antara mereka yang sering membuatnya pusing.Belum lagi dengan segala urusannya sebagai wanita pekerja, sebagai pilihan hidupnya. Terkadang dirasakan kurang adanya pengertian dari suami.
Sering terpikir olehnya, sudahlah berat beban urusan rumah tangga, masih juga melakukan kewajiban suami, mencari nafkah. Kapan waktunya bersantai? Kapan waktu untuk diri sendiri?

Baiklah, kitya urai satu-persatu, kita tafakuri segala hal yang membuatnya marah.

Anak-anak, dari zaman dulu, mungkin sampai kapan pun, di mana pun, ya seperti itu. Masanya bermain, berekspresi, mencoba segala sikap yang bisa dilakukannya dan menunggu respon orang sekitarnya. Pikiran anak-anak masih sangat sederhana. Kita dulu juga seperti itu, sekali-kali minta orang tua menceritakan bagaimana masa kecil. Dan lagi masa-masa itu tidak akan lama, suatu saat, saat usianya bukan lagi anak-anak, kita akan merindukan suasana seperti itu.Mengapa tidak kita nikmati selagi masih bisa? Harusnya bersyukur, lho, di beri anugerah keturunan. Sedangkan orang lain begitu khusyu berdoa dan sungguh-sungguh berusaha untuk mendapatkannya. Buatlah kenangan manis untuk kita dan mereka.

Bekerja? Itu kan sudah pilihan? Andainya pun memutuskan untuk berhenti, apakah itu yang terbaik? Kalau memang lebih baik berhenti, ya berhentilah. Secara hukum toh tidak dosa, tapi siapkah dengan konskuensinya? Tentu lebih rumit mengatur uang belanja yang lebih sedikit. Keputusan ada di tangan kita, silakan pilih. Apa tidak sebaiknya kita mensyukuri rezeki yang diberikan Allah lewat tangan kita? Ada kesempatan kita bersedekah, bukan? Alangkah banyak orang lain menginginkan posisi kita.

Suami kadang kurang pengertian? Apakah sebagai istri kita juga sudah selalu pengertian pada suami? Rasanya. . .Coba ingat-ingat, hal-hal apa yang sangat menyenangkan dari suami : perhatiannya, kelembutannya, kesabarannya, tentu ada. Mengapa bukan itu yang kita perbesar? Agar hal-hal yang tidak kita sukai terimbangi? Alangkah banyak suami-suami orang lain yang lebih buruk dalam memperlakukan istrinya. Mengapa tidak kita ajak komunikasi, agar hal-hal yang mengganjal itu diperkcil?

Astaghfirullah, ampun ya Allah.

Begitu banyak karunia-Mu yang belum sempat disyukuri, justru memperbesar ha-hal yang menjadi keinginan, yang belum diizinkan-Nya terwujud.

Hayati makna aktivitas wudhu sebagai jalan yang diberikan Allah untuk memadamkan kemarahan, untuk membersihkan karat-karat dalam hati yang semakin lekat menempel.

Resapi bacaan-bacaan shalat dalam khusyu untuk lebih melembutkan kekasarannya. Hampir pasti, air mata tak mampu terbendung.

Baca ayat-ayatnya dengan menambah sedikit waktu memahami maknanya.

Perbanyak memperhatikan orang lain, terutama yang nasibnya lebih memelas dari kita.

Bila perlu, ziarahi kubur untuk mengingatkan, itulah tempat peristirahatan sementara sambil menanti nasib perhitungan di hari kekal.

Layakkah hati yang kasar kita bawa ke sana?

Bagaimana dengan penyebab lain?

Polanya hampir sama, tafakur dan tadabbur. Variasi aktivitas bisa beragam, misal, memperbanyak silaturahim, membaca kisah-kisah berhikmah, dsb.


No comments:

Post a Comment