Monday, May 2, 2016

Nggak Ilok

"Kalau melihat Umi sibuk masak atau beresan rumah, ya jangan nyantai mainan hp."

"Mbak Hafa aja baca terus, Mi?" celetuk Harish.

"Kenapa, Mi?" tanya Husna.

"Nggak ilok, kata orang Jawa."

"Nggak ilok, apa sih, Mi?"tanya Harish, sambil tangannya sibuk membongkar mobil-mobilan, entah sudah bongkaran keberapa.

"Nggak ilok itu, ya nggak patut, nggak pantas, nggak sopan, nggak peka, membiarkan orang tua kerja, sedang anak-anaknya, apalagi anak perempuan nyantai, padahal sudah bisa membantu. Harusnya malu, kalau sudah bisa masak, tapi membiarkan Umi masak, kalau sudah matang tinggal makan."

"Kalau belajar atau murojaah hafalan, gimana?" tanya Husna.

"Umi juga ngerti kok, kapan anaknya jangan diganggu dengan pekerjaan. Rumah ini punya kita, ya kita harus jaga bersama, makanya Umi bagi tugas minimal, kalau pagi Husna menyapu, Hafa buang sampah. Mencuci baju dan masak, fleksibel, kan semua kita sudah bisa, nggak harus Umi. Sudah puluhan tahun Umi masak dan mencuci. Nggak usah nunggu disuruh, mana yang kelihatan perlu dibereskan, ya kerjakan. Bisa kok anak-anak membantu pekerjaan di rumah, sekaligus latihan, tinggal diatur saja waktunya, kapan membereskan urusan belajar, kapan membantu beresan rumah, itu juga bagian dari belajar, ya belajar hidup."

"Iya, deeeeeh, tapi kalau lagi cape, nanti-nanti ya bantunya, istirahat dulu sambil baca-baca," kata Hafa.

"Kalau lagi cape, Umi minta tolong, bilang aja baik-baik, jangan diam atau mengerjakan sambil ngedumel, marah-marah, muka cemberut, rugi dong, sudah cape nggak berpahala karena nggak ikhlas."

***

Tidak mudah mengajarkan kepekaan kepada anak yang sudah sibuk dijejali dengan agenda sekolah, dari pagi sampai sore, belum lagi PR, ekskul, dsb. Pulang cape, maunya istirahat, nyantai, baca-baca, nonton TV atau mainan komputer dan hp.

Hmm, tantangan orang tua di zaman seperti ini.

No comments:

Post a Comment