Friday, May 27, 2016

Menulis untuk Keabadian

Sebuah jargon yang sangat dihafal para penulis.

Menulislah, maka kamu akan abadi!

Jika...maka...seolah itu rumus yang pasti terjadi.

Sesederhana itukah?

Sederhanakah proses abadinya Ibnu Taimiyyah, Bukhori, Muslim, dll dalam karya-karyanya yang masih kita temui hingga kini?

Hah! Bagai menggapai matahari! Apalagi memulainya saat usia tak muda lagi!

Bukan mustahil, bukan menyerah, tapi tahu diri! Agar tidak jatuh pada mengumbar angan-angan.

Bukan juga pragmatis, tapi realistis yang tetap idealis.

Mari kita bicara masalah keabadian, anggap saja maknanya tidak pernah mati.

Kalau secara fisik, tentu itu mustahil, tapi secara pemikiran, hal itu sangat mungkin.

Yang jadi pertanyaan, pemikiran apa yang akan kita abadikan dan dalam bentuk apa?

Saya memutuskan, mengabadikan pemikiran-pemikiran dalam bentuk tulisan di blog! Ya, blog! Untuk itu, sampai saat ini saya sudah membuat 10 blog untuk menampung dan mengabadikan ide-ide yang tak berhenti bertunas di pikiran.

Kenapa blog?

Praktis dan aman! Selama ada akses internet, saya bisa mengisinya kapan saja, dan siapapun bisa membuka dan membacanya.

Saya membayangkan, beberapa tahun ke depan, saat tak lagi menghirup oksigen dunia, mungkin anak-anak, keluarga dan sahabat ingat dan merindukan. Mereka bisa menemui saya di blog-blog yang di dalamnya berisi kenangan, pemikiran, bahkan foto-foto saya bersama mereka.

Itu cara yang paling mungkin mengabadikan diri dalam tulisan, untuk saat ini.

Sebuah konsep sederhana untuk realisasi jargon di atas, sebagai salah satu alternatif yang mudah, disamping upaya lain untuk pengabadiannya, misalnya dengan menerbitkan buku yang dibutuhkan sepanjang zaman.

Abadi bukan sekedar abadi, tapi yang bernilai amal jariyah, ilmu yang bermanfaat, sehingga dia bisa menjadi salah satu tambang catatan ibadah kita di hadapan sang pencipta.

No comments:

Post a Comment