Monday, August 12, 2013

BERAPA ANAKMU ?

" Berapa anakmu?"
Pertanyaan yang hampir pasti kita dengar saat mudik, bertemu handai taulan atau teman kecil.
ada yang salah?
Pertanyaan sangat sederhana, wajar, biasa saja.
Tapi tidak bagi yang ditanya.
Terkadang pertanyaan itu bagai sembilu yang menyayat kalbu, perih!
Tak ada maksud menyinggung, menyindir atau melukai dari si penanya, kadang itu pertanyaan spontan tanpa pikir panjang apalagi direncanakan.
Sebenarnya bukan hanya itu yang sering di tanyakan, tetapi biasanya pertanyaan itu yang pertama muncul menyambut kedatangan kita, yang biasanya datang tidak sendiri, tetapi bersama keluarga. Bagi saya mungkin tidak ada masalah, bahkan sering jadi bahan untuk menyegarkan suasana, bayangkan, setiap masuk ke salah satu rumah kerabat, selalu absen, anak pertama sampai ke enam, bahkan anak yang sudah meninggalpun masih di absen, he he he, bayangkan repotnya tuan rumah menyambut kami, minimal 8 gelas minuman harus disediakan, waaah, pemborosan neh!
Apa yang menarik dengan jumlah anak? mengapa anak lebih menarik jadi tema obrolan dibandingkan dengan jumlah mobil, misalnya? atau pekerjaan? dan lainnya?
Semua kita punya jawaban untuk itu, walaupun mungkin tidak semua kita mampu merangkai kata untuk menjawabnya.
Semua kita merasakan arti penting anak dalam rangkaian hidup kita.
Semua kita adalah anak dari orang tua kita, yang menjadi harapan dan harusnya menjadi kebanggaan.
Semua kita menginginkan mempunyai anak, yang menjadi harapan dan kebanggaan sebagai penerus eksistensi kita, sebagai amal jariah kita, yang nantinya akan mengirimkan doa untuk kita karena kesolehannya
Tetapi tidak semua kita memperoleh yang diinginkannya, dan itu sunnatullah, harus kita terima.
Tidak semua kita bisa menjadi anak yang sesuai harapan orang tua, apalagi kebanggaan, minta maaflah pada mereka yang telah menggantungkan asa dan menitip rasa bangga pada kita, berusahalah selagi bisa dan ikhlaslah ketika ikhtiar tak lagi berarti untuk mengubah kondisi.
Tidak semua kita diberi kesempatan memiliki anak biologis, keturunan, nasab, itu bagian dari taqdir yang harus kita terima dengan ikhlas, ridho, karena komplainpun tiada guna.Ikhtiyar wajib, doa harus, keputusan ada pada sang pencipta.
Tidak semua kita berhasil memimpin anak anak yang telah diamanahkan Allah, mereka adalah ujian hidup.
Selayaknya ujian, nilai bagi pesertanya berbeda beda, biasanya dipengaruhi oleh usaha yang dilakukan. Itu sebab, seperti apa jadinya anak, bisa dijadikan sebagai evaluasi bagi kesungguhan upaya orang tuanya, walau itupun tidak mutlak, karena adakalanya, Allah menghendaki kita jadi contoh untuk memberi pelajaran pada manusia, layaknya keluarga nabi Nuh.
Bagaimana jika kita termasuk yang diizinkan Allah memiliki anak yang memenuhi harapan dan layak jadi kebanggaan? Bersyukur itu pasti. Berbangga? atas dasar apa? sukses mendidik ? saya tidak yakin, kesuksesan anak sepenuhnya karena jerih payah orang tuanya, karena terbentuknya karakter anak, kecerdasannya dan kepiawaiannya dalam lifeskill merupakan hasil harmoni kerja keluarga, lingkungan dan sistem yang menyentuhnya.
Contoh kecil, anggaplah anak hafal Al Quran pantas dijadikan ukuran keberhasilan, mari kita kupas:
- untuk berhasil hafal Al Quran harus ada kesungguhan dan mampu bertahan dengan situasi yg sama, kadang membosankan, maka dibutuhkan kekuatan karakter yang telah ditanamkan oleh orang tua atau orang yang mendidiknya di usia emas.
- juga dibutuhkan pembimbing dari yang mengajarinya mengenal huruf hijaiyyah, mengenal tajwid dan menerima setoran/ membimbing hafalan. Tidak semua orang tua mampu melakukan semua tugas itu sepenuhnya, karena disana ada peran orang tua, guru tpa, ustadz di pondok dan lain lain.
- yang terpenting adalah izin Allah, tanpa izinNya, tiada sesuatu akan terjadi, bahkan jatuhnya sehelai daun yang sudah rapuh sekalipun.
Manusia yang mulia adalah yang menundukkan dirinya dihadapan ALLAH, tak pernah merasa bangga dengan setinggi apapun pencapaiannya, karena itu semua adalah atas izin Allah.
Sebaik baik manusia adalah yang paling banyak memberikan manfaat, dengan atau tanpa anak, sedikit atau banyak anak, karena Allah memberikan semuanya sebagai ujian untuk melihat, siapakah diantara hamba hambaNya yang paling bertaqwa?
jadi, " Berapa anakmu?" jawab apa adanya dan tetap bersyukur dengan yang ada.

No comments:

Post a Comment