Thursday, September 24, 2015

Qurban Dan Kesejahteraan

Qurban adalah risalah Allah dari awal kehidupan manusia.

Ingat kisah Habil dan Qabil putra nabi Adam?

Cerita ini kita dengar saat masih kanak-kanak, belum bisq membaca sendiri. Cerita turun temurun darj guru di sekolah atau guru ngajj si surau. Kisah pembunuhan pertama yang disebabkan iri dengki.
Setelah bisa membaca, kita mendapatkan kisah itu dari buku-buku cerita, bahkan dari Al Qur'an.

Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putera Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan korban, maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). Ia berkata (Qabil): "Aku pasti membunuhmu!". Berkata Habil: "Sesungguhnya Alla hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertakwa". (Terjemah QS. Al Maidah : 27)
Lalu, kita pun mendengar kisah tentang qurban nabi Ibrahim dan nabi Ismail

Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. (Terjemah QS. Ash-Shaffat : 107)
Bagaimana qurban dalam risalah Rasulullah Saw?

Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah. (Terjemsh QS. Al Kautsar : 1-2)

Dengan kondisi ekonomi bangsa yang sekarang ini, ada beberapa pemikiran dari sudut pandang ekonomi dan sosial, dana untuk qurban bisa dialokasikan ke hal lain, membangun ekonomi masyarakat. Lebih bermanfaat kalau hewan qurban disedekahkan dalam kondisi hidup, bisa untuk modal usaha, dll, yang intinya adalah upaya mengubah syariat.

Entahlah, apa maksud sebenarnya, hanya menurut saya, segala sesuatu ada tempatnya.
Allah Maha Tahu kondisi semua makhluknya, dan menurunkan syariat sesuai kebutuhan dan kebaikan makhluknya, jika manusia melaksanakannya.

Qurban mungkin lebih tepat kalau kita lihat dari sudut ketaatan seorang hamba, walaupun bersamanya ada tujuan sosialnya juga, yaitu berbagi.

Sedangkan untuk kesejahteraan sosial, Allah telah sediakan syariat zakat, infaq dan shodaqoh, yang bila dilaksanakan dengan baik, akan meningkatkan kekuatan ekonomi masyarakat.
Jika melihat kesenjangan antara tujuan dan hikmah syariat dengan kenyataan yang tidak sesuai, sebaiknya kita evaluasi dulu bagaimana pelaksanaannya, bukannya buru-buru ingin mengubah atau mereaktualisasi syariah, seolah Allah tidak tahu perubahan zaman.

No comments:

Post a Comment