Friday, October 23, 2015

Bagaimana Cara Menyebarkan Salam

Menyebarkan salam bukan perkara yang perlu diperdebatkan lagi perihal kebaikannya.

1. Perintahnya jelas.

Abdullah bin Amru bin Ash RA bertanya kepada Rasulullah SAW, “Bagai manakah Islam yang baik itu?” Beliau menjawab; “Kamu memberi makan dan mengucapkan salam kepada orang yang kamu kenal maupun tidak.” (Mutttafaq ‘alaih).

Abu Umarah al-Barra’ bin Azib RA berkata, “Rasulullah SAW menyuruh kami melaksanakan tujuh hal, yakni menjenguk orang yang sakit, mengantarkan jenazah, mendoakan orang yang bersin, menolong orang yang lemah, membantu orang yang teraniaya, menyebarluaskan salam, dan menepati janji.” (Muttafaq alaih).

2. Kandungan ucapan salam, tentu sangat diharapkan oleh orang yang memahami maknanya.

Assalamu'alaikum warahmatullaahi wabarokatuh = keselamatan, kasih sayang Allah dan keberkahan semoga terlimpah kepadamu.

Siapa yang tak ingin mendapatlkan keselamatan dalam hidup, kasih sayang Allah dan keberkahan?

Mengucapkan salam merupakan bagian dari muamalah, kehidupan sosial kita.

Hanya saja, hal yang sangat baik ini diterima oleh sebagian muslim sebagai hal yang menyebalkan!

1. Haruskah setiap peserta dalam sebuah forum besar memulai bicaranya dengan mengucap salam? Kalau yang bicara sedikit mungkin nggak masalah, bagaimana kalau yang ingin bicara banyak? Apa nggak cape menjawabnya, sedang menjawab hukumnya wajib? Berapa menit waktu tersita jika ucapan-ucapan salam itu dikumpulkan?

Ups! Jangan emosi dulu, ya. Ini kenyataan lho, ada yang sempat melontarkan masalah itu.

Tidak dapat dipungkiri, ucapan salam di awal bicara kadang sebatas seremoni, kepantasan, tanpa diresapi maknanya, sehingga doa itu terasa hambar.
Ucapan salam juga bisa digunakan untuk menutupi demam panggung yang biasa muncul di awal saat kita bicara di hadapan umum.

2. Memang aneh, ketika dalam ucapan awal berisi doa kedamaian, tapi sikap selanjutnya tidak mencerminkan harapan itu. Sepertinya, saat Rasul menganjurkan kita mengucapkan salam kepada orang lain, tersirat perintah untuk bersikap yang mendatangkan dan mencerminkan keselamatan, kasih sayang dan keberkahan.

Mungkinkah ada jaminan keselamatan ketika dua orang muslim berhadapan dengan nafsu sampai puncak ubun-ubun saat membela diri dan menyatakan pendapatnya yang benar, sedang pendapat orang lain salah?

Mungkinkah ada jaminan keselamatan ketika dua orang muslim berkompetisi memperebutkan rizki di lahan yang sama tanpa ada upaya untuk bersinergi menggarap peluang itu?

Mungkinkah ada keberkahan jika seorang muslim menggenggam tangan erat-erat saat muslim yang lain menekan perut menahan lapar?

Tentu bukan itu yang Rasulullah inginkan dari ucapan salam, sekedar hiasan lisan, karena ucapan salam yang dilandaskan pada pemahaman nurani akan produktif menyuburkan keselamatan, kedamaian, kasih sayang dan keberkahan dalam kehidupan di lingkungannya.

Mari kita tingkatkan pemahaman hakikat dari syariat Allah yang begitu memuliakan manusia.

No comments:

Post a Comment