“Subhanallah,
mbak masih muda tapi anaknya sudah besar.” Komentar salah satu teman fb ketika
melihat profilku.
“Melihatnya
dari punggungkah? He he he, memang berapa usia saya kelihatannya?” jawabku,
hatiku berbunga bunga, tapi penasaran juga.
“Taksiran
saya sih sekitar 32 tahun, benerkan mbak?”jawabnya.
“Haaaah!
Nggak kurang muda?” jawabku bercanda.
“Eh, maaf
mba? Salah ya? Apa taksiran saya lebih tua dari usia sebenarnya?”
“Salah!”jawabku pura pura marah.
“Wah,
beneran mbak, maafin saya, rupanya saya nggak bakat jadi peramal nih.”
“Taksiran
yang salah, ramalan yang jauh dari yang sebenarnya, karena usia saya 48 tahun.”
“Haaaah!
Yang bener mbak?”
“Apa perlu
saya inbox copy akte kelahiran?”
“Subhanallah
banget mbak, he he.”
***
“Beneran, umur
Umy 48 tahun?” tanyanya ragu.
“Sungguh
amat sangat bener! Kenapa?”
“Waktu
pertama ketemu, saya pikir umur Umy tiga puluh limaan.”
“Waduh!
Korupsi tiga belas tahun donk? Siapa yang pake ya?” candaku.
Tentu saja,
hatiku berbunga bunga, melambung, senang, bahagia dsb.
***
“Itu tadi
adik atau kakak?”
“Yang
barusan pulang? Itu adik saya, kenapa? Nggak mirip?”
“”Mirip sih
mbak, tapi saya kira malah kakaknya mba.”
“Heh!
Dilihat dari mananya?” tanyaku
“Ya dari
face lah mbak.”
***
Sering
sekali ketika bepergian hanya dengan suami dan sibungsu, ada yang berbasa basi,
“Baru satu ya bu?”
“Ya, satu
yang dibawa.”
“Lho,
anaknya berapa Bu?”
“Alhamdulillah
enam?”
“Haaah!”
***
Tapi sekali
kali ada juga komentar yang mengingatkan bahwa diri ini memang sebenarnya sudah
bau tanah, he he, lebay!
Pernah suatu
hari di pertemuan, ada seorang ibu yang belum kukenal duduk di sebelahku,
biasalah, sok kenal sok dekat, belum saling kenal nama apalagi alamat.
“Ini anak
atau cucu bu?”
Ngeg!
Menohok jantungku, tenang, tenang.
“Coba tebak,
ini anak atau cucu?” jawabku bercanda.
***
Kadang aku
heran dengan hatiku, kenapa koq berbunga ketika ada yang mengira usiaku lebih
muda dari yang sebenarnya?
Banggakah?
Apa alasan
untuk bangga? Bukankah rasa bangga karena sebuah keberhasilan dicapai karena
kerja keras dan sungguh sungguh? Sedang aku? Apa yang sudah kulakukan dengan
penampilanku?
Ketika kutatap
cermin, kucari kebenaran dari komentar komentar itu. Tak ada yang istimewa. Dari
wajahku, tak ada yang istimewa. Bagaimana bisa istimewa? Wajah ini hampir tanpa
biaya perawatan, hanya untuk bedak bayi yang rutin kubeli dan kugunakan untuk
seluruh keluarga. Bandingkan dengan wajah yang berbiaya tinggi, dari berbagai jenis
krim wajah, berbagai ragam alas bedak, berbagai warna perona pipi, maskara,
lipstik dan apalagi lainnya yang istilahnyapun aku tak tahu. Belum lagi biaya
perawatan rutin di salon kecantikan, spa, dll, wajarlah kalau waahnya semulus
porselen. Jadi kuyakin, bukan di situ masalahnya.
Oh ya, inner
beauty. Kecantikan dari dalam. Situasi kejiwaan yang memancar keluar.
Rasa penasaran
membuatku melanjutkan penyelidikan di cermin. Aku bukan wanita yang akrab
dengan cermin, lah mau apa? Berbedak tanpa cerminpun bisa rata, bahkan sambil berjalan
tergesa, menyisir rambutpun bisa rapi tanpa bantuan cermin. Ha ha kadang kuberfikir,
nih kebangetan banget jadi perempuan.
Dalam rangka
misi penyelidikan lewat cermin, kini aku mulai bersahabat dengan cermin. Berbagai
situasi hati selalu kubawa ke depan cermin, ketika senang, bahagia, ikhlas,
santai maupun ketika suntuk,letih, sedih, marah, khawatir dan berbagai perasaan
negatif lainnya.
Ternyata...ketika
situasi hatiku sedang beraroma positif, aku senang memandang wajahku di cermin,
sedang ketika situasi berirama negatif, hi hi hi, sangat tidak enak dilihat,
pantaslah dapat predikat nenek. Bukan nenek karena sudah punya cucu, tapi nenek
karena kelihatan tua.
Nah, itu
aku, bagaimana denganmu?
Benarkah judul di atas? Benarkah wanita suka
kalau dikatakan usianya lebih muda dari usia sebenarnya?
Jangan jangan. . .aku
sendirian?
Akupun tak
tahu, mengapa aku suka? Tapi aku pernah dengan loh, kalau seseorang suka. . .
ya suka saja, nggak perlu pakai alasan.
Ssssst, tapi jangan buat aku senang dengan hal itu lagi ya? itu berbahaya, menjerumuskan, bisa lupa umur yang sebenarnya. Kalau mau jadi sahabatku, jujurlah dalam segala hal, katakan apa adanya, agar ada perbaikan untuk kedepannya, salam persahabatan.
Waah umi , saya juga terkadang merasakan seperti yang umi rasakan. Ada rasa "wah" ketika seseorang ada yang mengatakan wajah saya baby face, seperti anak kelas 3 SMP. Padahal sudah kuliah semester 3, dan tahun depan semester 4. Salam kenal ya umii... Saya suka postingan - postingan umi :)
ReplyDelete