Monday, September 8, 2014

Pamer Kebaikan

"Umi! Postingan isinya pamer kebaikan terus, sih!" Richie nongol, saat Umi duduk di beranda dengan lepinya, sedang Harish bermain pasir di halaman, dengan traktorannya.

"Dari mana, Chie, sejak pagi nggak keliatan?" Umi malah balik bertanya.

"Nggak keliatan, Umi keluarnya siang, Richie pagi-pagi dah berangkat. Umi belum jawab Richie," manyun. Hmm, biasa, Richie paling juga lapar, baru pulang langsung ke rumah Umi.

"Lapar, ya?" tanya Umi.

"Kok tau?" wajah Richie agak cerah, merasa diperhatikan dan sedikit muncul harapan.

"Beli pecel dulu gih, sekalian untuk Umi. Jangan lupa pake lontong, cabenya sepuluh," jawab Umi, mrepet.

"Halah! Kirain, mau ditawarin makan pake ayam bakar," Richie manyun lagi.

"Kan barusan kemarin? Masak ayam bakar terus? Sudahlah, beli dulu, Umi yang traktir deh. Dari pada Umi yang pergi, ribet sama Harish mau ikut."

"Tinggalin aja sih, Harishnya," bantah Richie.

"Mana mau ditinggal sama Richie, suka usil sih."

Richie nggak bisa berkutik. Dengan berat hati, diambilnya uang dari tangan Umi, beli pecel di tetangga belakang rumah.

***

"Kan Umi belum jawab pertanyaan Richie tadi,"  setelah makan Richie menagih penjelasan Umi.

"Daripada posting kegalauan, lebih baik pamer kebaikan. Sebenarnya istilah pamer itu relatif. Kalau orang menganggap menunjukkan kelebihan dengan maksud menyombongkan diri, maka disebut pamer. Tapi kalau yang bersangkutan tidak bermaksud menyombongkan diri, tapi berniat mengajak kepada kebaikan dengan memberi contoh apa yang sudah dilakukannya, itu termasuk amar ma'ruf. Mengajak melakukan kebaikan yang sudah dilakukan, beda rasanya dengan kalau kebaikan itu belum dilakukan. Seperti melayang-layang, nggak mantap. Walaupun bukan berarti, kalau kita belum bisa melakukan, tidak ada upaya menyampaikan, karena bisa jadi kita belum bisa, yang kita beri tahu sudah mampu. Nah, kalau..."

"Mi, minum dulu," Richie menyodorkan minuman untuk Umi.

"Kalau ngomong berdua begini, ya dikasih jeda, nggak seperti ceramah di podium gitu, Mi."

"Ya ya ya, makaciiih, dah mengingatkan," Umi nyengir...manis.

"Sudah, tarik nafas dulu, baru ngomong lagi," ha ha ha,  Richie, seperti instruktur P3K.

 "Sampai mana tadi ya?...Nah, kalau... tuuuh, kan, Umi lupa."

"Ha ha ha, seperti Harish aja, diganggu konsentrasinya dikit, langsung buyar."

"Makanya kalau ada orang lagi ngomong serius jangan di sela, nggak sopan!" Umi manyun.

"Mulai...ngambek, ah, payah Umi nih, hari gini dah nganbek!"

"Dah, inget. Nah, kalau kita punya pemikiran seperti itu terhadap orang yang memperlihatkan kebaikan, coba tanya diri sendiri, mengapa kita menuduh orang begitu? Kalau ternyata tuduhan kita benar, bahwa orang itu pamer, apa untungnya? Kalau salah, ternyata orang itu tidak bermaksud membanggakan atau menyombongkan diri, artinya kita sudah berburuk sangka, kan? Itu perbuatan nggak baik, kan? Bukannya kita harusnya senang, ketika media dihiasi dengan kebaikan?"

"Iya juga, sih Mi. Tapi, kenapa yang menarik justru postingan yang bikin gerah, ya?"

"Nah, kalau yang itu, jangan tanya Umi."

No comments:

Post a Comment